Artikel / 20 Jan 2022 /Otto Budihardjo, Risandy Meda Nurjanah

Ancaman Pemutusan Akses Bagi Penyelenggara Sistem Elektronik yang Tidak Patuh Pajak

Ancaman Pemutusan Akses Bagi Penyelenggara Sistem Elektronik yang Tidak Patuh Pajak

Teknologi informasi telah menghapus tembok pembatas hubungan antarindividu, antarwilayah bahkan antarnegara. Kecanggihan teknologi memberikan banyak kemudahan, diantaranya memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, peradaban manusia. Namun disisi lain, teknologi informasi dapat membuka peluang timbulnya sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Permasalahan hukum yang terjadi seringkali berkaitan dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, suatu rezim baru bahkan hadir dan dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.


SISTEM ELEKTRONIK DAN PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK

Sebagai buah dari kecanggihan teknologi informasi, sistem elektronik menjadi salah satu sistem yang memberikan banyak kemudahan dan tidak terpisahkan pada kemajuan perkembangan informasi.


Apa itu Sistem Elektronik?

Berdasarkan Pasal 1 Nomor 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 stdd Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE), Sistem Elektronik didefinisikan sebagai serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi Elektronik.


Lalu, Siapa Saja Pihak yang Disebut Sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik?

Undang-Undang ITE menyebutkan bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.


Ketentuan Perpajakan bagi Penyelenggara Sistem Elektronik

Dalam kaitannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, ketetapan menjadi Wajib Pajak baik Dalam Negeri maupun Wajib Pajak Luar Negeri ditentukan sepanjang suatu pihak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif Wajib Pajak. Bagi Penyelenggara Sistem Elektronik yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Undang-Undang KUP, maka terdapat hak dan kewajiban perpajakan yang melekat padanya. Ketentuan jenis pajak dan Pasal yang mengatur mengenai kewajiban perpajakan suatu Penyelenggara Sistem Elektronik berbeda tergantung pada masing-masing proses bisnis yang dijalankan. 

Sehubungan dengan proses bisnis yang diselenggarakan, Penyelenggara Sistem Elektronik melalui Undang-Undang HPP dapat ditunjuk sebagai pihak lain yang melakukan skema pemotongan dan/atau pemungutan pajak (withholding tax). Hal ini diatur dalam penambahan Pasal 32A Undang-Undang KUP yang mulai berlaku sejak 29 Oktober 2021.


Kewenangan Menteri Keuangan untuk Menunjuk Pihak Lain untuk Melakukan Pemotongan, Pemungutan, Penyetoran dan/atau Pelaporan Pajak

Ketentuan penetapan sebagai pemotong dan/atau pemungut bagi pihak lain utamanya diberikan bagi subjek pajak, baik dalam negeri maupun luar negeri yang terlibat langsung atau yang memfasilitasi transaksi. Penyediaan tersebut dapat berupa sarana atau media transaksi, termasuk transaksi yang dilakukan secara elektronik. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dalam mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional. Ketentuan ini dilakukan guna meningkatkan realisasi potensi perpajakan serta untuk mengoptimalkan pengenaan pajak. 


Dengan ditunjuknya suatu pihak sebagai pihak lain sebagaimana disebutkan di atas, atas pihak tersebut berlaku ketentuan mengenai penetapan, penagihan, upaya hukum, dan pengenaan sanksi sesuai Undang-Undang KUP dan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dikarenakan penunjukan terhadap Pihak Lain dapat diberikan kepada subjek pajak dalam negeri dan luar negeri, pengenaan ketentuan diatas juga berlaku termasuk bagi subjek pajak yang berada di luar wilayah hukum Indonesia.

Sanksi Pemutusan Akses bagi Penyelenggara Sistem Elektronik

Penyelenggara Sistem Elektronik yang ditetapkan sebagai Pihak Lain oleh Menteri Keuangan namun tidak melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran dan/atau pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan telah diberikan teguran, selain memperoleh sanksi sesuai dengan ketentuan perpajakan juga memperoleh sanksi tambahan berupa pemutusan akses. Ketentuan pemutusan akses akan dinormalisasi kembali ketika Penyelenggara Sistem Elektronik tersebut melakukan kewajiban perpajakannya sebagai Pihak Lain.

Pelaksanaan pemutusan akses dan normalisasi akses kembali akan dilakukan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan permintaan Menteri Keuangan.

Apakah Raksasa E-Commerce hingga Perusahaan Aplikasi Hiburan akan Terdampak?

Dengan perluasan objek perpajakan, khususnya pada ketentuan mengenai Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN), E-Commerce hingga Perusahaan Aplikasi Hiburan baik dalam maupun luar negeri berpeluang besar untuk ditunjuk sebagai pihak lain yang melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran dan/atau pelaporan. Dengan demikian, pihak-pihak tersebut wajib mematuhi ketentuan sebagaimana sesuai dengan penunjukan yang diberikan oleh Menteri Keuangan supaya tidak mendapatkan sanksi mengenai penetapan, penagihan, upaya hukum, dan pengenaan sanksi sesuai Undang-Undang KUP dan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan bahkan sanksi pemutusan akses.


Berikut adalah beberapa contoh pihak yang dapat ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Pihak Lain berdasarkan Penjelasan Pasal 32A Undang-Undang KUP

Contoh 1:
PT ABC adalah Wajib Pajak dalam negeri yang menyediakan peer to peer lending platform di Indonesia. Tuan A memberikan sejumlah pinjaman kepada Tuan B melalui platform tersebut. Dalam skema ini, meskipun PT ABC hanya sebagai perantara transaksi antara Tuan A dan Tuan B dalam peer to peer lending platform, Menteri Keuangan dapat menunjuk PT ABC sebagai pihak lain atas penghasilan berupa bunga yang diterima oleh Tuan A dari Tuan B.

Contoh 2:
R Inc. merupakan perusahaan yang menyediakan situs untuk berbagi video yang berkedudukan di luar Indonesia. Tuan C, seorang pencipta konten (content creator) mendapatkan penghasilan dari R Inc. Dalam transaksi ini, R Inc. merupakan pihak lain yang dapat ditunjuk oleh Menteri Keuangan atas penghasilan yang dibayarkan kepada Tuan C.

Contoh 3:
PT XYZ merupakan penyedia marketplace platform dalam negeri sebagai wadah pedagang barang dan/atau penyedia jasa untuk memasang penawaran barang dan/atau jasa. PT PQR merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penawaran barang melalui marketplace platform yang disediakan oleh PT XYZ. Tuan L rnelakukan pembelian barang yang ditawarkan oleh PT PQR melalui marketplace platform yang disediakan oleh PT XYZ. PT XYZ dapat ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pemungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh PT PQR kepada Tuan L yang dilakukan melalui marketplace platform yang disediakan oleh PT XYZ.


Referensi:
[1] Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
[2] Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
[3] 
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008


kewenangan-menteri-keuangan , penunjukan-pihak-lain , penyelenggara-sistem-elektronik , sistem-elektronik

Tulis Komentar



Whatsapp