Artikel / 27 May 2021 /Risandy Meda

Bank Indonesia Beri Indikasi Peluang Terbitnya Central Bank Digital Currency Makin Kuat

Bank Indonesia Beri Indikasi Peluang Terbitnya Central Bank Digital Currency Makin Kuat

Pesatnya perkembangan teknologi saat ini tak ayal mempengaruhi sebagian besar pola hidup masyarakat. Di dunia yang serba cepat, perubahan terus-menerus diperlukan untuk dapat memenuhi segala tantangan, mulai dari transportasi hingga ekonomi. Salah satu terobosan yang membuat perubahan besar khususnya pada aspek perekonomian adalah terbitnya uang elektronik. 

Uang elektronik pertama kali ada di Indonesia pada tahun 2009 dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik. Hadirnya uang elektronik mendapatkan sambutan antusias dari masyarakat karena dianggap membawa banyak kelebihan dan mampu menjawab tren pola hidup generasi milenial.


Apa yang dimaksud dengan uang elektronik? 

Berdasarkan Pasal 1 nomor 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018, uang elektronik didefinisikan sebagai alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur berikut:

  1. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit
  2. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip
  3. nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan.

Jumlah transaksi dan uang elektronik yang beredar di masyarakat Indonesia meningkat dari tahun ke tahunnya. Bahkan pada tahun kesepuluh sejak dirilisnya uang elektronik di Indonesia, nilai transaksi uang elektronik yang tercatat pada Maret 2021 sebesar 21,4 triliun rupiah atau tumbuh 42,46 persen year on year (yoy). Selain itu, model bisnis penyelenggaraan uang elektronik semakin berkembang dan bervariasi seiring dengan perkembangan inovasi teknologi dan peningkatan kebutuhan masyarakat dalam penggunaan uang elektronik. 

Dengan banyaknya dana masyarakat yang terhimpun pada pusaran uang elektronik, muncul adanya bahaya pada stabilitas keuangan dari ketergantungan pada sistem pembayaran swasta murni. Untuk mengatasi hal tersebut, Bank Indonesia bersama dengan seluruh Bank Sentral pada pertemuan internasional tentang kebijakan moneter dan sistem keuangan berfokus pada rencana penerbitan uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) sebagai alat pembayaran yang sah. Dengan CBDC, Bank Sentral suatu negara akan memiliki pengaruh yang lebih kuat dalam pembayaran daring (online payment).

Saat ini, Bank Indonesia tengah mendalami kemungkinan penerbitan Rupiah Digital/Central Bank Digital Currency (CBDC) bersamaan dengan berfokus pada transformasi digital dalam implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Bank Indonesia juga menegaskan bahwa terbitnya CBDC bukan merupakan respon atas maraknya penggunaan cryptocurrency seperti halnya Bitcoin, Ethereum, Ripple, Libra yang dinilai memiliki risiko karena tidak memiliki underlying dan memiliki potensi serta fluktuasi yang besar. Dengan adanya Central Bank Digital Currency (CBDC) yang diterapkan di seluruh Bank Sentral diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam transformasi digital dari sisi masyarakat, dan kemudahan pengelolaan yang terdesentralisasi dari sisi Bank Indonesia.

Melansir dari The Economist, secara sederhana Central Bank Digital Currency adalah versi virtual dari uang kas fisik yang diterbitkan oleh Bank Sentral. Namun perbedaannya dengan uang kas fisik yang saat ini beredar, uang yang tertanam dalam aplikasi atau laman CBDC akan dipersamakan dengan deposit pada Bank Sentral.  Sedangkan menurut BIS (2015) mata uang digital adalah aset yang tersimpan dalam bentuk elektronik yang pada dasarnya berfungsi sama dengan mata uang fisik, yaitu memfasilitasi transaksi pembayaran.

Penerbitan uang elektronik ini dilakukan bukan tanpa alasan. Setidaknya terdapat tiga pertimbangan dalam mencapai keputusan penerbitan uang elektronik ini. Pertama, sebagai alat instrumen pembayaran yang sah. Kedua, mendukung pelaksanaan kebijakan moneter. Ketiga, menghadirkan pilihan instrumen pembayaran berbasis teknologi. Selain ketiga pertimbangan tersebut, terbitnya uang elektronik oleh Bank Indonesia merupakan tindak lanjut atas kesepakatan Bank Sentral seluruh dunia, termasuk Bank Indonesia, seiring kemunculan cryptocurrency yang diterbitkan oleh lembaga lain di luar Bank Sentral.



Apa konsekuensi pajak yang timbul atas terbitnya digital rupiah?

Bertambahnya harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, dalam hal ini adalah tambahan saldo CDBC, dapat mengindikasikan adanya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak. Hal ini berkaitan dengan formula penghitungan penghasilan bagi Orang Pribadi yaitu

Utang + Pendapatan = Konsumsi + Perubahan Harta

Tambahan harta Wajib Pajak dalam bentuk CDBC akan mempermudah fiskus untuk melakukan penelusuran atas harta dan kewajaran penerimaan yang dilaporkan oleh Wajib Pajak. Hal ini memberikan transparansi penerimaan yang mungkin merupakan objek pajak penghasilan yang sebelumnya mungkin lebih sulit untuk ditelusuri. Sehingga tidak ada pajak baru yang akan timbul dari terbitnya digital rupiah. 

 



Referensi:


alat-pembayaran , peraturan-bank-indonesia-nomor-206pbi2018 , uang-elektronik

Tulis Komentar



MUC Consulting
Kantor Surabaya
  • Gedung Graha Pena Lt 15
  • Jalan Ahmad Yani 88 Surabaya
  • Email : sby@mucglobal.com
  • Telepon : +6231-8284256 / +6231-8202180

Pengakuan Global
Global Recognition | Word Tax Global Recognition | Word TP
Media Sosial
© 2023 All Rights Reserved


Whatsapp