Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) masih terus dijalankan oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini dikarenakan efek dari pukulan keras pandemic COVID-19 pada supply dan demand serta konsumsi dan produksi yang merupakan kekuatan penggerak perekonomian masih memberikan bekas hingga saat ini. Keringanan dari sisi perpajakan merupakan salah satu bagian program PEN yang memperoleh respon baik dari Wajib Pajak. Beberapa fasilitas perpajakan yang telah disusun bahkan mengalami penyesuaian, utamanya terkait jangka waktu pelaksanaan, pada awal semester kedua pada tahun 2021. Beberapa fasilitas yang memperoleh perpanjangan jangka waktu diantaranya fasilitas PPh 21 DTP, angsuran PPh 25, PPh final sesuai PP 23 Tahun 2018, pengembalian pendahuluan PPN, PPh final jasa konstruksi serta PPnBM untuk beberapa jenis pembelian mobil.
Pada 30 Juli 2021, jangka waktu pemberian fasilitas perpajakan untuk PPN properti mendapatkan gilirannya untuk disesuaikan. Hal ini diatur dalam PMK Nomor 103 Tahun 2021 dimana aturan tersebut mencabut PMK Nomor 21 Tahun 2021 yang mulai berlaku sejak 1 Maret 2021 lalu. Penyesuaian kembali kebijakan dilakukan pemerintah untuk tetap mempertahankan daya beli masyarakat di sektor industri perumahan guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. PPN ditanggung Pemerintah tersebut diberikan untuk penyerahan yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2021 sampai dengan Masa Pajak Desember 2021.
Artikel PMK Nomor 21 Tahun 2021 dapat Anda simak pada tautan berikut ini
FASILITAS PPN DTP RUMAH TAPAK DAN UNIT HUNIAN RUMAH SUSUNIndustri perumahan yang memperoleh fasilitas PPN DTP pada PMK Nomor 103 Tahun 2021 adalah rumah tapak dan unit hunian rumah susun. Yang termasuk kedalam kategori rumah tapak adalah bangunan gedung berupa rumah tunggal atau rumah deret baik bertingkat maupun tidak bertingkat yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya, termasuk bangunan tempat tinggal yang sebagian dipergunakan sebagai toko atau kantor. Sedangkan, unit hunian rumah susun adalah satuan rumah susun yang berfungsi sebagai tempat hunian.
Sesungguhnya, ketetapan jenis rumah tapak dan unit hunian rumah susun pada kedua aturan tersebut tidak mengalami perubahan. Fasilitas PPN DTP tetap diberikan atas penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun baru dengan kondisi siap huni dengan harga jual paling tinggi Rp5.000.000.000 untuk setiap 1 (satu) orang pribadi atas perolehan 1 (satu) rumah tapak atau 1 (satu) unit hunian rumah susun. Namun, terdapat tambahan penyesuaian terkait rumah tapak atau unit hunian rumah susun tersebut diantaranya:
- Memiliki kode identitas rumah
- Pertama kali diserahkan oleh PKP penjual yang menyelenggarakan pembangunan rumah tapak atau unit hunian rumah susun dan belum pernah dilakukan pemindahtanganan.
Sebelumnya diatur bahwa BKP tersebut diserahkan oleh pengembang.
2. Menyertakan berita acara serah terima paling lambat 31 Desember 2021 sebagai bukti penyerahan hak secara nyata untuk menggunakan atau menguasai.Berita acara serah terima paling sedikit memuat: a. nama dan nomor pokok wajib pajak Pengusaha Kena Pajak penjual;
b. nama dan nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan pembeli;
c. tanggal serah terima;
d. kode identifikasi rumah yang diserahterimakan;
e. pernyataan bermeterai telah dilakukan serah terima bangunan; dan
f. nomor berita acara serah terima.
berita acara serah terima harus didaftarkan kepada Kementerian PUPR paling lambat 7 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya serah terima
Selain adanya tambahan berita acara serah terima sebagai syarat perolehan fasilitas PPN DTP, tambahan penjelasan ketentuan mengenai pihak-pihak yang dapat memperoleh fasilitas ini juga menjadi topik menarik untuk diperbincangkan. Pasal 6 PMK Nomor 103 Tahun 2021 memberi penjelasan bahwa orang pribadi yang dapat memperoleh fasilitas PPN DTP bukan hanya Warga Negara Indonesia (WNI), melainkan juga Warga Negara Asing (WNA). Namun, hanya terhadap WNA yang memiliki NPWP sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kepemilikan rumah tapak atau unit hunian rumah susun bagi WNA. Salah satu ketentuan tersebut diantaranya adalah syarat kepemilikan dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepemilikan rumah tapak atau unit hunian rumah susun bagi WNA diatur dalam Pasal 144 ayat (1) Undang-Undang Cipta Kerja Klaster Pengadaan Tanah. “Hak milik atas satuan rumah susun dapat diberikan kepada:
a. warga negara Indonesia;
b. badan hukum Indonesia;
c. warga negara asing yang mempunyai izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; atau
e. perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia.”Penjelasan Pasal 144 ayat (1) huruf c menambahkan bahwa kepemilikan satuan rumah susun oleh warga negara asing hanya diberikan di Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Kawasan Industri, dan kawasan ekonomi lainnya.
Lebih lanjut, Pasal 71 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 mengatur mengenai kepemilikan rumah tapak dan unit hunian rumah susun bagi WNA sebagai berikut
“(1) Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh Orang Asing merupakan: a. rumah tapak di atas Tanah:
1. hak pakai; atau
2. hak pakai di atas:
- hak milik, yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian hak pakai di atas trak milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah; atau
- Hak Pengelolaan, berdasarkan perjanjian pemanfaatan Tanah dengan pemegang Hak Pengelolaan.
1. hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah Negara;
2. hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan; atau
3. hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah hak milik.”(2) Rumah susun yang dibangun di atas Tanah hak pakai atau hak guna bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Satuan Rumah Susun yang dibangun di kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan industri, dan kawasan ekonomi lainnya.”
Selaras dengan ketentuan sebelumnya, besaran PPN yang ditanggung pemerintah juga terbagi menjadi dua, yaitu:
- 100% (seratus persen) ditanggung untuk penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah) dan
- 50% (lima puluh persen) dari PPN yang terutang atas penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun dengan Harga Jual diatas Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
- Faktur Pajak dengan kode transaksi "01" untuk bagian 50% (lima puluh persen) Harga Jual yang tidak mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah; dan
- Faktur Pajak dengan kode transaksi "07'' untuk bagian 50% (lima puluh persen) Harga Jual yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah.
Fasilitas PPN DTP untuk rumah tapak dan unit satuan rumah susun jelas memberikan keringanan perpajakan kepada baik WNI maupun WNA dengan kriteria tertentu untuk melakukan transaksi properti di tengah pandemi. Namun fasilitas PPN DTP rumah tapak yang diberikan kepada WNA dinilai dapat membuka peluang pelanggaran prinsip lex superior derogat legi inferior. Hal ini dikarenakan Undang-Undang Cipta Kerja hanya mengatur secara jelas mengenai unit satuan rumah susun sebagai properti yang dapat dimiliki oleh WNA. Sedangkan ketentuan yang mengatur mengenai kepemilikan rumah tapak bagi WNA baru mulai diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021. Hal lain yang juga menarik untuk diperhatikan ialah aturan mengenai letak rumah tapak dan unit hunian rumah susun yang mendapatkan fasilitas DTP PPN bagi WNA pada beberapa kawasan saja. Dengan demikian diharapkan kepemilikan properti oleh WNA dan pemberian fasilitas PPN DTP atas perolehan properti tersebut benar-benar diberikan kepada pihak-pihak yang tepat dan tidak merugikan pihak-pihak tertentu, khususnya WNI.
Referensi:
[1] Undang-Undang Cipta Kerja
[2] PP Nomor 18 Tahun 2021
[3] PMK Nomor 103 Tahun 2021
[4] PMK Nomor 21 Tahun 2021
covid19 , insentif-pajak , pmk-nomor-103-tahun-2021 , ppn