Artikel / 17 Feb 2021 /Otto Budihardjo, Risandy Meda Nurjanah

Hadirnya Forensik Digital dalam Penegakan Hukum Pajak

Hadirnya Forensik Digital dalam Penegakan Hukum Pajak
Saat ini teknologi digital dan internet semakin melekat dengan kehidupan keseharian masyarakat. Berdasarkan riset We are Social pada tahun 2020 dalam berita detikinet, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 175,4 juta orang atau sekitar 64% penduduk Indonesia telah dapat merasakan akses internet [1]. Jumlah ini terus bertambah setiap harinya. Cepatnya perkembangan pengguna teknologi digital dan internet dikarenakan penggunaan teknologi mampu meningkatkan percepatan, device, network, aplikasi dan sistem yang memampukan individu atau organisasi untuk berkomunikasi secara digital.

Proses digitalisasi yang memberikan banyak kemudahan tak luput menjadi salah satu opsi paling diminati untuk mewujudkan proses bisnis yang efisien. Hal ini karena setiap pekerja dan organisasi, terlepas dari ukuran atau industrinya, semakin bergantung pada data dan teknologi untuk beroperasi dan memberikan nilai kepada pelanggan. Saat ini, Badan Usaha setidaknya menggunakan perangkat digital untuk menyusun seluruh laporannya.

Selain memberikan manfaat, pengaplikasian teknologi digital dan internet membuka peluang kecurangan dan kejahatan. Kejahatan inilah yang disebut dengan istilah Digital Crime, yaitu kejahatan dimana komputer memegang peranan penting. Digital Crime dapat dilakukan siapa saja, termasuk Wajib Pajak. Kejahatan dan kecurangan dalam hal perpajakan (tax crime) dilakukan melalui jenis computer assisted crime, dimana teknologi tidak dijadikan target kejahatan tapi hanya digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan.

Untuk mengatasi hal tersebut, Direktur Jenderal Pajak telah melakukan penyesuaian dengan menggunakan forensik digital sebagai alat pemrosesan penegakan hukum pajak. Forensik digital dipilih mengingat bukti digital sangat rapuh dan dapat dihilangkan atau diubah tanpa penanganan yang memadai. Forensik Digital dapat merestorasi dokumen yang terhapus, tersembunyi dan sementara tidak terlihat oleh orang biasa.

Unit forensik digital dalam struktur organisasi DJP terdapat di wilayah Kanwil DJP pada Seksi Administrasi Bukti Permulaan dan Penyidikan Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan serta terdapat pula pada Subdirektorat Forensik dan Barang Bukti Direktorat Penegakan Hukum. Forensik digital saat ini menjadi bagian tak terpisahkan pada tingkat audit dan penegakan hukum perpajakan.

Definisi forensik digital menurut Dr. HB Wolfe adalah sebuah seri metodologi dari teknik dan prosedur untuk mengumpulkan bukti, dari peralatan komputer dan alat penyimpanan lainnya dan media digital yang dapat disajikan di pengadilan dalam format yang koheren dan bermakna [2]. Forensik digital bertujuan untuk menjaga integritas data dan untuk mengolah dan menganalisis bukti digital dalam konteks restrukturisasi sebuah peristiwa atau tindakan pelanggaran hukum dengan menghubungkan antara pelaku atau tersangka, korban, dan lokasi atau tindakan pelanggaran hukum.

Dengan forensik digital, setiap kejahatan atau kecurangan dapat terungkap karena setiap kejahatan digital akan meninggalkan jejak berupa file dan dokumen (digital evidence). Digital Evidence inilah yang akan menjadi atensi dari aparat untuk menumpas adanya kejahatan dan kecurangan. Berdasarkan Pasal 5 UU ITE, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti yang sah. Untuk memenuhi syarat sebagai alat bukti yang sah, beberapa syarat materil harus dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya dan dapat dipertanggungjawabkan [3].

Data memiliki empat bagian hal yang menjadi ciri khas diantaranya

  1. File signature, yaitu ciri-ciri umum yang menggambarkan data,
  2. Digital fingerprint, yaitu sidik jari digital berupa nilai yang menunjukkan integritas suatu data (ditampilkan dalam bentuk 32 digit algoritma hash value),
  3. Metadata, yaitu informasi keterangan suatu data secara rinci seperti tanggal pembuatan, user, aksesibilitas, dan modifikasi, serta
  4. Konten, yaitu bentuk dan isi data.

Proses forensik digital perpajakan bermula dari identifikasi, pengumpulan, akuisisi, dan preservasi dokumen atau bukti lain oleh tim forensik digital dengan tim bukper atau tim pemeriksa di lapangan. Selanjutnya dilakukan investigasi digital berupa pemeriksaan, analisis, interpretasi, dan pelaporan di laboratorium yang terdapat di kantor wilayah DJP atau Direktorat Penegakan Hukum. Forensik digital dilakukan berdasarkan prinsip integritas data, kompetensi, chain of custody atau kesinambungan bukti, dan regulasi.

Pada tahapan penyidikan, Penyidik atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) melakukan penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, pemeriksaan dengan didampingi oleh tim digital forensik sebagai saksi ahli terkait dengan integritas dokumen yang menjadi bukti dalam persidangan. Apabila diperlukan, ahli forensik digital dapat hadir dalam persidangan sebagai saksi ahli.

Prosedur Kegiatan Forensik Digital berdasarkan SE Dirjen Pajak No.36/PJ/2017 terdiri dari:

1. Prosedur Perolehan Data Elektronik

Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan data elektronik dengan cara mengakses, mengunduh, menggandakan, dan/atau kegiatan lain sehingga data elektronik menjadi bukti yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Berikut adalah prosedur perolehan data elektronik:

  • Memperlihatkan STFD
  • Mendapatkan pendampingan
  • Mendapatkan informasi terkait sistem informasi WP
  • Mengidentifikasi perangkat elektronik yang diduga sebagai sarana penyimpanan Data Elektronik
  • Melakukan perolehan Data Elektronik dengan menggunakan metode imaging
  • Melakukan dokumentasi yang cukup atas proses Perolehan Data Elektronik
  • Memberikan identitas pada setiap hasil perolehan Data Elektronik
  • Menyiapkan Berita Acara Perolehan Data Elektronik
Sebelum melakukan identifikasi perangkat elektronik yang diduga sebagai sarana penyimpanan data elektronik, terlebih dahulu dilakukan analisis IDLP. Perolehan data elektronik dilakukan dengan menggunakan metode imaging (proses identifikasi dengan bit by bit copy sehingga data dan metadata ikut ter-copy)


2. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data Elektronik

Kegiatan ini dilakukan dengan mengekstraksi dan memulihkan data elektronik dari bentuk image file ke dalam bentuk file asli yang terstruktur dengan tujuan untuk memudahkan proses selanjutnya. Analisis data elektronik adalah kegiatan melakukan interpretasi data elektronik yang telah dipulihkan ke dalam bentuk yang informatif. Verifikasi image file dilakukan menggunakan hashing untuk menunjukkan nilai integritas dari suatu data dengan fungsi algoritma matematika. Berikut prosedur pengolahan dan analisis data elektronik:

  • Membuat duplikasi image file atas data elektronik
  • Melakukan verifikasi nilai hash atas image file hasil duplikasi dengan nilai hash yang tertera dalam Berita Acara Perolehan Data Elektronik
  • Melakukan pengolahan dan analisis terhadap image file hasil duplikasi
  • Melakukan dokumentasi atau mencatat seluruh proses Pengolahan dan Analisis Data Elektronik
  • Menuangkan hasil pengolahan dan analisis atas image file hasil duplikasi dalam LPTFD
  • Menyerahkan file hasil pengolahan dan analisis Forensik Digital kepada pihak yang meminta bantuan, dengan Berita Acara Serah Terima Hasil Pengolahan Data Elektronik

3. Prosedur Pelaporan Kegiatan Forensik Digital

Kegiatan dokumentasi atau pencatatan seluruh proses pengolahan dan analisis data elektronik dengan menuangkan hasil pengolahan dan analisis atas image file hasil duplikasi dalam Laporan Pelaksanaan Tugas Forensik Digital (LPTFD). Menyerahkan file hasil pengolahan dan analisis forensik digital kepada pihak yang meminta bantuan, dengan berita acara serah terima hasil pengolahan data elektronik.


4. Prosedur Penyimpanan Data Elektronik

Prosedut penyimpanan data elektronik adalah kegiatan menyimpan data elektronik yang telah didapatkan dalam proses kegiatan forensik digital sebelumnya.

Kegiatan forensik digital diharapkan dapat mengurangi kesempatan timbulnya kecurangan dan kejahatan digital di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Diharapkan kedepannya sosialisasi kegiatan forensik digital dapat dilakukan secara menyeluruh kepada seluruh Wajib Pajak dan proses forensik digital dalam audit dan penegakan hukum pajak dilakukan secara efektif supaya target kepatuhan perpajakan dapat tercapai.


Referensi:
[1] Detikinet.2020. Riset: Ada 175,2 Juta Pengguna Internet di Indonesia.
[2] Wolfe, Henry B. 2003. Computer Forensics. Elsevier Journal.
[3] Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE
[4] SE Dirjen Pajak No.36 Tahun 2017


forensik-digital , penegakan-hukum-pajak , se-djp-nomor-36-tahun-2017

Tulis Komentar



MUC Consulting
Kantor Surabaya
  • Gedung Graha Pena Lt 15
  • Jalan Ahmad Yani 88 Surabaya
  • Email : sby@mucglobal.com
  • Telepon : +6231-8284256 / +6231-8202180

Pengakuan Global
Global Recognition | Word Tax Global Recognition | Word TP
Media Sosial
© 2023 All Rights Reserved


Whatsapp