Artikel / 14 Aug 2025 /Aldhila Salma Rihadatul 'Aisy, Vina Febriana

FAQ PER-11/PJ/2025: Pelaporan Pajak di Era Coretax System

FAQ PER-11/PJ/2025: Pelaporan Pajak di Era Coretax System
SURABAYA - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 sebagai panduan pelaporan PPh, PPN, Faktur Pajak, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta bea meterai. Aturan ini diterbitkan untuk mendukung implementasi Coretax System, sistem inti administrasi perpajakan terbaru di Indonesia.

Dengan total 147 pasal dan lampiran setebal lebih dari 1.000 halaman, PER-11/PJ/2025 memuat detail teknis yang sangat luas. Mulai dari tata cara pelaporan, kode transaksi baru, hingga prosedur pengisian dokumen pajak.

Agar pelaku usaha dan wajib pajak dapat memahami regulasi ini secara tepat, MUC Consulting Surabaya menggelar webinar gratis bertema Pembahasan PER-11/PJ/2025. Dari diskusi tersebut, muncul sejumlah pertanyaan yang sering diajukan (FAQ) dan kami rangkum jawabannya secara praktis dalam artikel ini.


1. Apakah upah karyawan perbantuan yang nilainya Rp 100.000 per hari dikenakan PPh?
Jawaban:

Berdasarkan PP 58 Tahun 2024, pegawai tidak tetap dengan skema pembayaran menggunakan upah harian dikenakan PPh dengan skema TER Harian. Namun, untuk Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp 0 – sampai dengan Rp 450.000 dikenakan TER Harian menggunakan tarif 0%.


2. Apakah pengisian kode barang / kode jasa wajib diisi? Bagaimana jika tidak ada yg mendekati dengan detail yang ada?

Jawaban : 

Mengacu pada Pasal 33 PER-11/PJ/2025, Faktur Pajak yang diterbitkan paling sedikit memuat : 

  • nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  • identitas Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang meliputi:
    • nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak dalam negeri Badan dan Instansi Pemerintah;
    • nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Induk Kependudukan, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    • nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
    • nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri Badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  • jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
  • Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  • Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  • kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  • nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Sehingga apabila faktur pajak tidak dibuat dengan ketentuan diatas dapat dianggap faktur pajak tidak lengkap.


3. Perusahaan yang memberikan penghasilan kepada pegawai tetap maupun bukan pegawai tetap tetapi masih dibawah PTKP (PPh 21 Nihil), apakah wajib melaporkan SPT Masa (Januari sd November) atau hanya melaporkan SPT masa akhir tahun (Desember) saja?

Jawaban:

Berdasarkan Pasal 8 PER-11/PJ/2025, Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26 tetap dibuat dalam hal tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 karena jumlah penghasilan yang diterima tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak. Dengan demikian, SPT Masa PPh Pasal 21 Januari sampai dengan November tetap harus dilaporkan.


4. Dalam pembuatan Bupot PPh Pasal 21 maupun PPh Pasal 23, terdapat kolom Dokumen Referensi yang salah satu jenisnya adalah Bukti Pembayaran. Apakah bukti pembayaran tersebut dapat diisi dengan nomor BKK dari aplikasi perusahaan atau bukti transfer, atau nota tertulis dari pemberi jasa?

Jawaban:

Dalam hal tidak terdapat aturan khusus yang mengatur pengisian teknis terkait hal ini, Bapak/Ibu dapat mengisi sesuai dokumen pendukung yang paling relevan.


5. Apakah PER-11/PJ/2025 berdampak atas perubahan dalam perlakuan PPh bagi badan usaha non badan hukum seperti persekutuan perdata? Jika klien melakukan pembayaran a/n mitra tertentu bukan a/n firma atau persekutuan perdata, bagaimana konsekuensi perpajakan & pelaporan PPN?

Jawaban: 

Persekutuan Perdata adalah bentuk kerjasama yang didirikan oleh dua orang atau lebih dengan tujuan untuk melakukan suatu usaha bersama. Sedangkan, mengacu pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 UU HPP, Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Artinya, Persekutuan Perdata termasuk dalam Wajib Pajak Badan. Dalam hal Wajib Pajak Badan tersebut sudah terdaftar sebagai PKP, maka poin perubahannya sama seperti Wajib Pajak Badan lainnya, karena PER-11/PJ/2025 tidak memberikan pengecualian untuk Wajib Pajak Badan tertentu.


6. Jika PPN terutang dibayarkan oleh Bendaharawan Pemerintah, apakah tetap menggunakan kode 02 atau 10?

Jawaban:

Sesuai dengan PER-11/PJ/2025 maupun peraturan sebelumnya, penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dengan Bendaharawan Pemerintah dibuat dengan menggunakan Kode Transaksi 02. 


7. Pembuatan faktur pajak apakah sekarang masih bisa menggunakan kode barang 00000 atau sudah tidak bisa?

Jawaban:

Bisa. Namun, ketentuan dalam PER-11/PJ/2025 juga menyebutkan bahwa faktur pajak harus dibuat secara benar, lengkap, dan jelas, sehingga PKP disarankan untuk memilih kode barang yang paling relevan sesuai dengan yang tersedia pada Modul e-Faktur Coretax DJP.


8. Marketplace dikenakan pajak apa?

Jawaban:

Penghasilan yang diterima oleh pedagang dalam negeri melalui sistem perdagangan elektronik dikenakan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam PMK 37 Tahun 2025 dan PER-15/PJ/2025.


9. Jika PPN terutang dibayarkan oleh Pemerintah karena Perusahaan melakukan transaksi dengan Pemerintah, apakah tetap menggunakan kode 02 atau 10?

Jawaban: 

Berdasarkan tata cara penggunaan kode transaksi pada Faktur Pajak pada lampiran PER-11/PJ/2025, transaksi tersebut di atas seharusnya menggunakan kode 02. Kode tersebut digunakan untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Instansi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 16A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahnya dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Instansi Pemerintah dimaksud.


10. Jika pembuatan faktur pajak apakah sekarang masih bisa menggunakan kode barang 00000 atau sudah tidak bisa?

Jawaban: 

Secara sistem masih dapat dilakukan, tetapi kami menyarankan Bapak/Ibu mengisikan kode barang berdasarkan yang paling relevan dengan kondisi yang sebenarnya (selain 00000).




core-tax-system , coretax , faktur-pajak , pelaporan , pelaporan-spt , per-11-2025 , pph-21 , ppn , spt , spt-masa-pph

Tulis Komentar



Whatsapp