SURABAYA- Sebelas negara Asia berkomitmen untuk meningkatkan transparansi pajak melalui penandatanganan Deklarasi Bali mengenai Asia Initiative di Nusa Dua, Bali (14/07/22). 

Penandatanganan Deklarasi Bali ini berlangsung dalam side event pertemuan 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Presidensi G20 Indonesia. Meski demikian, Menkeu mengatakan bahwa pembahasan Asia Initiative telah berlangsung mulai dari Februari tahun ini dan dipimpin oleh Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo.

Baca Juga: Realisasi Penerimaan Pajak Semester I Tahun 2022

Deklarasi Bali adalah sebuah perwujudan dukungan politik dari pemimpin yurisdiksi Asia dalam pembentukan Asia Initiative dan akselerasi agenda transparansi pajak di Kawasan Asia. Deklarasi Bali ditandatangani oleh 11 yurisdiksi yaitu Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Hong Kong (SAR), India, Macau (SAR), Maladewa, dan Thailand.

Pertemuan tingkat menteri ini antara lain membahas mengenai tantangan dan manfaat dari penerapan standar pertukaran informasi (Exchange of Information/EoI) serta keterbukaan untuk tujuan perpajakan (tax transparency) pada yurisdiksi-yurisdiksi di kawasan Asia.

Baca Juga: Penetapan 14 Juli Sebagai Hari Pajak, Berikut Sejarahnya

Tujuan berlangsungnya pertemuan ini untuk mempromosikan komitmen yurisdiksi dan negara yang menandatangani untuk secara formal memperkuat transparansi perpajakan. Transparansi yang dimaksud, baik terkait standar maupun praktik perpajakan. 

Sri Mulyani mengungkapkan, dalam jangka pendek, transparansi perpajakan dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan mobilisasi sumber daya domestik dan juga membangun pemulihan dampak COVID-19.

Sedangkan dalam jangka panjang, transparansi perpajakan memainkan peran penting untuk menangani praktik-praktik perpajakan yang tidak dapat diterima. 

aeoi , covid19 , deklarasi-bali- , presidensi-g20 , tax-transparency