PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNANPenyampaian SPT Tahunan merupakan kewajiban bagi seluruh Wajib Pajak Pribadi maupun Badan. Dalam prosesnya, otoritas pajak menetapkan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Apabila Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan SPT Tahunan sesuai batas waktu yang telah ditetapkan, maka Wajib Pajak tersebut dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 9 PMK Nomor 243/PMK.03/2014 stdd PMK Nomor 9/PMK.03/2018 (PMK 243/2014 stdd PMK 9/2018).
Berdasarkan Pasal 14 PMK 243/2014 stdd PMK 9/2018, Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan di sampaikan ke KPP dengan melampirkan:
- Perhitungan sementara pajak terutang dalam 1 tahun pajak yang batas penyampaiannya diperpanjang;
- Laporan keuangan sementara; dan
- Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana adminitrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan SSP sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. Jika penanda tanganan dilakukan oleh Kuasa Wajib Pajak maka harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai peraturan perundang-undangan.
Penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan bisa secara dilakukan secara langsung/datang ke KPP, melalui pos atau melalui jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman, dan bisa juga disampaikan melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh DJP. Apabila pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan tidak memenuhi ketentuan yang ada maka DJP akan memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak bahwa perpanjangan tersebut dianggap bukan merupakan pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan.
PERBEDAAN NILAI PAJAK PENGHASILAN DALAM PERHITUNGAN SEMENTARA PAJAK TERUTANG
Berdasarkan Pasal 16A PMK 243/2014 stdd PMK 9/2018, dalam hal SPT Tahunan menunjukan nilai PPh kurang bayar yang lebih kecil dari nilai pajak yang telah disetor dalam Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan SSP, atas kelebihan pembayaran tersebut dapat:
- diajukan permohonan pemindahbukuan; atau
- diminta kembali melalui permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
SURAT TEGURAN ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SPTApabila Wajib Pajak tidak segera menyampaikan SPT-nya, DJP akan memberikan Surat Teguran kepada Wajib Pajak tersebut. Surat Teguran sendiri merupakan wujud pelaksanaan atas Pasal 3 ayat (5a) UU KUP. Disebutkan bahwa, “Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat diterbitkan Surat Teguran.”
Surat Teguran merupakan media komunikasi dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada Wajib Pajak. Selain itu, Surat Teguran diharapkan dapat menjadi sarana pengingat dan edukasi akan adanya kewajiban perpajakan yang mungkin terlupakan oleh Wajib Pajak.
Jika Wajib Pajak menerima Surat Teguran maka diharapkan untuk segera menghubungi KPP terdekat. Wajib Pajak juga dapat menghubungi media sosial KPP, Kring Pajak, ataupun langsung datang ke KPP. Petugas penyuluhan nantinya akan melayani Wajib Pajak untuk berkonsultasi mengenai kewajiban perpajakannya. Petugas penyuluhan akan membantu memahami bagaimana cara melaporkan SPT Tahunan PPh dengan benar, lengkap, dan jelas.
SANKSI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SPTBerdasakan Pasal 17 PMK 243/2014 stdd PMK 9/2018, Wajib Pajak dapat menerima sanksi atas penyampaian SPT yang dilakukan diluar jangka waktu penyampaian atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT. Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu penyampaian atas batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, Wajib Pajak akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU KUP dengan rincian sebagai berikut:
- Sebesar Rp500 ribu untuk SPT Masa PPN;
- Sebesar Rp100 ribu untuk SPT Masa lainnya;
- Sebesar Rp1 juta untuk SPT Tahunan PPh Badan; serta
- Sebesar Rp100 untuk SPT Tahunan PPh OP.
Namun, ketentuan pengenaan sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dikenakan terhadap beberapa Wajib Pajak berikut:
- WPOP yang telah meninggal dunia;
- WPOP yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
- WPOP yang berstatus sebagai WNA yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
- BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
- WP Badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
- Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
- Wajib Pajak lain yang ditetapkan DJP, yaitu WP yang tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yang ditentukan karena adanya kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang antarsuku, kegagalan sistem informasi administrasi penerimaan atau perpajakan atau keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak.