Artikel / 25 Jul 2024 /Hilmi Khuluqy

Restitusi Pajak di Indonesia: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Prosesnya

Restitusi Pajak di Indonesia: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Prosesnya
Restitusi pajak adalah konsep yang mungkin sudah dikenal oleh individu maupun perusahaan yang memiliki kewajiban membayar pajak. Istilah ini merujuk pada pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak kepada negara. Restitusi pajak diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah mengalami beberapa kali perubahan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP). Dalam UU KUP, restitusi secara umum disebut sebagai pengembalian kelebihan pembayaran pajak, artinya negara membayar kembali atau mengembalikan pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak.

Apa itu Restitusi Pajak?

Restitusi pajak adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak kepada negara. Kelebihan pembayaran pajak ini merupakan hak bagi wajib pajak, yang timbul apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) atau apabila terdapat kekeliruan pemungutan atau pemotongan yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran pajak ini bisa terjadi karena beberapa hal seperti:

  1. Kekeliruan Pemungutan atau Pemotongan Pajak: Kesalahan dalam perhitungan jumlah pajak yang seharusnya dipungut atau dipotong.
  2. Kredit Pajak Lebih Besar dari Pajak yang Terutang: Jumlah kredit pajak yang lebih besar dibandingkan dengan pajak yang terutang sebagaimana dilaporkan dalam SPT.
  3. Pembayaran Pajak yang Tidak Seharusnya Terutang: Pembayaran pajak yang sebenarnya tidak wajib dibayar oleh wajib pajak.

Mengapa Restitusi Pajak Penting?

Restitusi pajak adalah bagian dari upaya transparansi dan keadilan dalam sistem perpajakan. Dengan adanya restitusi, negara menunjukkan kepercayaan dan penghargaan terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu, restitusi juga bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara hak dan kewajiban wajib pajak serta mendorong kepatuhan pajak yang lebih baik. Hal ini juga berdampak positif bagi kesehatan fiskal negara, karena memastikan bahwa penerimaan pajak yang dikumpulkan benar-benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Jenis Restitusi Pajak dan Ketentuan Pengajuannya

Terdapat dua jenis restitusi pajak berdasarkan kondisi dan ketentuan pengajuannya:

A. Kondisi Lebih Bayar Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang

Kondisi ini terjadi ketika wajib pajak membayar pajak yang seharusnya tidak perlu dibayar.

Contoh:

Bapak Budi telah membayar pajak penghasilan sebesar Rp45 juta. Namun, setelah dihitung kembali, ternyata pada Tahun Pajak 2024, Bapak Budi tidak memiliki pajak terutang. Dengan demikian, Bapak Budi dapat mengajukan restitusi pajak pada tahun 2025 untuk mengembalikan kelebihan pembayaran sebesar Rp45 juta tersebut.

Ketentuan dan Syarat Pengajuan Restitusi Lebih Bayar yang Seharusnya Tidak Terutang

DJP menetapkan ketentuan dan syarat yang berbeda berdasarkan penyebab kelebihan pembayaran tersebut, di antaranya:

1.   Restitusi Pajak atas Pembayaran Pajak oleh Pembayar

  • Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  • Ditandatangani oleh pembayar atau disertai surat kuasa jika diwakilkan.
  • Melampirkan dokumen bukti asli pembayaran berupa Surat Setoran Pajak (SSP), perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang, dan alasan pengajuan restitusi.
  • Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar atau melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti penerimaan surat permohonan.
2. Restitusi Pajak dalam Rangka Impor

  • Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  • Permohonan harus ditandatangani oleh wajib pajak atau disertai surat kuasa jika diwakilkan.
  • Melampirkan dokumen seperti fotokopi surat setoran pabean cukai dan pajak, fotokopi SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, SPP, atau dokumen pembatalan impor, serta fotokopi keputusan keberatan, putusan banding, dan/atau putusan peninjauan kembali.
  • Diserahkan langsung ke KPP tempat wajib pajak terdaftar atau melalui pos/jasa ekspedisi/jasa kurir dengan bukti penerimaan.
3.    Restitusi Pajak atas Kesalahan Pemotongan atau Pemungutan

  • Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  • Ditandatangani oleh wajib pajak atau pihak lain dengan surat kuasa khusus sesuai ketentuan perpajakan.
B. Kondisi Lebih Bayar Pajak PPh, PPN, dan/atau PPnBM

Kelebihan pembayaran pajak PPh, PPN, dan/atau PPnBM terjadi ketika wajib pajak membayar pajak lebih besar dari yang seharusnya.

Contoh:

PT. Citra sebagai PKP pada masa pajak Mei 2022 membuat Faktur Pajak Keluaran sebesar Rp550 juta. Namun, jumlah Faktur Pajak Masukan dari transaksi pembelian barang/jasa kena pajak pada Masa Pajak Mei 2022 adalah Rp650 juta. Dengan demikian, PT. Citra memiliki PPN lebih bayar sebesar Rp100 juta yang bisa dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau diajukan restitusi.

Ketentuan dan Syarat Pengajuan Restitusi Lebih Bayar Pajak

Secara umum, ketentuan pengembalian kelebihan pembayaran atau restitusi PPh, PPN, dan PPnBM sama, tergantung pada kriteria subjek pajaknya (kriteria tertentu, persyaratan tertentu, dan PKP berisiko rendah). DJP dapat mengembalikan kelebihan pembayaran PPN dan menerbitkan SKPLB jika memenuhi ketentuan berikut:

  1. Pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara.
  2. Pajak yang telah disetor tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN, tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan PPh, atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan.
  3. Pajak yang dipungut telah dilaporkan oleh PKP dalam SPT Masa PPN wajib pajak pemungut.
  4. Pajak yang dipungut tidak diajukan keberatan oleh wajib pajak yang dipungut.
Restitusi PPN dalam Rangka Impor

Restitusi PPN juga dapat diajukan jika terjadi kesalahan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak terkait dengan impor, yang tercantum dalam dokumen seperti:

  1. Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP) atau Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP).
  2. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor (SPKPBM), SPTNP, atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang telah diterbitkan keputusan keberatan.
  3. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan dan putusan banding.
  4. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan, putusan banding, dan putusan peninjauan kembali.
  5. SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding.
  6. SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding dan putusan peninjauan kembali.
  7. Dokumen yang berisi pembatalan impor yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang, menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
Merujuk Pasal 4 dan 4a UU PPN No. 42 Tahun 2009, apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Permohonan pengembalian dapat diajukan pada akhir tahun buku jika memenuhi ketentuan:

  1. Pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara.
  2. Pajak yang telah dibayar atau disetor terkait dengan PPN impor dan dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak terjadinya pembayaran, pajak tersebut tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN, tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan PPh, atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan.

Mekanisme Pengajuan Restitusi Pajak

Untuk mendapatkan restitusi pajak, wajib pajak harus melalui beberapa tahapan yang diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Berikut adalah langkah-langkah dalam proses restitusi pajak:

  1. Pengajuan Permohonan: Wajib pajak mengajukan permohonan restitusi ke DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Permohonan ini harus dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti Surat Pemberitahuan (SPT) dan bukti pembayaran pajak. Saat ini, proses permohonan restitusi dapat dilakukan secara online melalui aplikasi DJP Online, yang memudahkan wajib pajak dalam mengajukan klaim tanpa harus datang langsung ke KPP.
  2. Pemeriksaan dan Verifikasi: DJP akan melakukan pemeriksaan atas permohonan restitusi tersebut. Proses ini meliputi verifikasi terhadap dokumen yang diajukan untuk memastikan bahwa klaim restitusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemeriksaan ini dilakukan paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
  3. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB): Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau terdapat pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, DJP akan menerbitkan SKPLB. SKPLB ini merupakan dasar untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak.
  4. Pengembalian Pajak: Setelah SKPLB diterbitkan, DJP akan mengembalikan kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak. Apabila DJP terlambat menerbitkan SKPLB, wajib pajak akan diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.
  5. Proses Pendahuluan Restitusi: Dalam beberapa kasus tertentu, seperti yang diatur dalam Pasal 17C dan 17D UU KUP, Pasal 9 Ayat (4c) UU PPN, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 209/PMK.03/2021, DJP dapat melakukan proses pendahuluan restitusi yang lebih cepat. Fasilitas tersebut mencakup beberapa kriteria meliputi Wajib pajak kriteria tertentu, Wajib pajak persyaratan tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah.

Dasar Hukum Restitusi Pajak

Dasar hukum restitusi pajak atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Selain itu, ketentuannya juga diatur dalam UU No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8 Tahun 1982 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Regulasi pelaksanaan UU KUP tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER).

Kesimpulan

Restitusi pajak merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh wajib pajak ketika terjadi kelebihan pembayaran pajak. Proses restitusi ini diatur dengan jelas dalam berbagai undang-undang dan peraturan perpajakan di Indonesia, yang bertujuan untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam sistem perpajakan. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang restitusi pajak, diharapkan wajib pajak dapat lebih percaya dan patuh terhadap sistem perpajakan, serta turut berkontribusi dalam pembangunan negara.

Practical Course: "Optimalisasi Restitusi Pajak: Prosedur, Strategi, dan Best Practices"

 

Ingin lebih memahami tentang optimalisasi restitusi pajak? Jangan lewatkan kesempatan emas untuk belajar langsung dari para ahli di bidang perpajakan melalui Practical Course: "Optimalisasi Restitusi Pajak: Prosedur, Strategi, dan Best Practices" yang akan diadakan pada tanggal 15-16 Agustus 2024 di Alana Hotel Surabaya.

Topik Pembahasan:

1. Prosedur Pengajuan Restitusi:

  • Restitusi Biasa (Pasal 17 B UU KUP)
  • Pengembalian Pendahuluan (Pasal 17 C dan Pasal 17 D UU KUP)
2. Teknik dan Strategi Optimalisasi Restitusi:

  • Dokumentasi dan Administrasi yang Diperlukan
  • Ekualisasi PPh dan PPN beserta Aspek Pajaknya
  • Uji Arus Uang dan Uji Arus Barang
3. Special Case:

  • Analisis Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Sesuai PMK 186/PMK.03/2022
4. Best Practices:

  • Potensi Risiko/Temuan saat Pemeriksaan Pajak
  • Tips Komunikasi dengan Petugas Pajak
Detail Acara:

Waktu: 15-16 Agustus 2024, Pukul 09.00-15.00 WIB

Tempat: Alana Hotel Surabaya

Investasi:

  • Klien dan Early Bird (sampai 31 Juli 2024): Rp1.000.000/pax
  • Umum: Rp1.500.000/pax
Fasilitas yang Didapat:

  • Modul
  • Sesi Tanya Jawab Interaktif
  • Study Case & Contoh Ilustrasi
  • Makan Siang
  • Coffee Break
  • Sertifikat
  • Goodie Bag
  • Training Kit
Doorprize:

  • Free Consultation & E-Money bagi yang beruntung!
Registrasi Sekarang:

  • Telepon: 0812-5222-0235
  • Website: bit.ly/practicalcourseMUC
Jangan lewatkan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Anda dalam mengoptimalkan restitusi pajak. Daftarkan diri Anda sekarang juga dan dapatkan manfaat maksimal dari webinar ini!


pengembalian-pajak , pph , ppn , restitusi

Tulis Komentar



Whatsapp