Terdapat syarat dan ketentuan yang berlaku di Indonesia untuk transaksi pinjaman tanpa bunga yaitu berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 (PP 94/2010) juncto (jo.) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 (PP 9/2021) mengatur bahwa transaksi pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila:
- Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain;
- Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;
- Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
- Perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.
Cara Menghitung Tingkat Suku Bunga WajarBerdasarkan lampiran Bab IV huruf C Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 22/PJ/2013 (PER-22) dinyatakan bahwa pinjaman intragrup adalah aktivitas pinjaman yang diberikan oleh suatu pihak dalam suatu grup usaha kepada anggota lainnya. Pada transaksi pinjaman intragrup, kompensasi yang diberikan umumnya dapat berupa tingkat suku bunga atau biaya jaminan (guarantee fee) dalam hal pinjamannya digaransi oleh grup usaha yang dibebankan kepada peminjam (borrower). Namun, transaksi pinjaman yang tidak menanggung adanya tingkat suku bunga atau guarantee fee sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan tersebut perlu memperhatikan dalam menentukan kewajaran dan kelaziman usaha pada transaksi pinjaman intragrup, antara lain:
- Melakukan analisis atas kebutuhan utang;
- Memastikan bahwa pinjaman dari pihak afiliasi benar-benar terjadi;
- Melakukan pengujian kewajaran perbandingan utang terhadap modal; dan
- Melakukan pengujian kewajaran tingkat suku bunga (interest rate) atau biaya lainnya terkait pinjaman intragrup.
Pinjaman Intragrup dan Isu Dividen TerselubungPemberian pinjaman kepada suatu pihak dalam suatu grup usaha kepada anggota lainnya, termasuk pinjaman tanpa bunga, kerap menjadi perhatian fiskus. Bahkan hal ini menjadi salah satu poin sengketa di pengadilan pajak. Alasannya bermacam-macam, mulai dari fiskus tidak meyakini urgensi transaksi pinjaman dan kontrak pinjaman yang dilakukan dengan pihak afiliasi dinilai tidak sama dengan sewajarnya (selazimnya) kontrak pinjaman jika dilakukan dengan pihak independen. Selain itu, fiskus meyakini substansi pinjaman adalah setoran modal, sehingga transaksi terkait biaya pinjaman tersebut merupakan pembayaran dividen secara terselubung.Isu dividen terselubung kerap menimbulkan koreksi pada jumlah PPh yang telah dilaporkan secara self-assessment oleh Wajib Pajak. Hal ini menjadi problem karena terdapat perbedaan tarif PPh yang dikenakan pada bunga pinjaman dan dividen. Untuk mengatasi hal tersebut, Wajib Pajak harus dapat menjelaskan substansi transaksi pinjaman kepada fiskus. Selain itu, Wajib Pajak perlu menerapkan kewajaran dan kelaziman usaha atas tingkat suku bunga pinjaman dalam melakukan transaksi pinjaman dengan pihak afiliasi. Mengingat ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 mengatur bahwa Direktorat Jenderal Pajak berwenang menentukan besarnya penghasilan jika Wajib Pajak tidak menerapkan PKKU, menerapkan PKKU tidak sesuai ketentuan yang berlaku, dan/atau menentukan harga transfer tidak memenuhi PKKU. Apabila terdapat selisih antara nilai transaksi yang tidak sesuai dengan PKKU dengan nilai transaksi yang sesuai PKKU, selisih tersebut dianggap sebagai pembagian laba secara tidak langsung kepada entitas afiliasi sehingga diperlakukan sebagai dividen yang dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
bunga-pinjaman , hubungan-istimewa , pinjaman-tanpa-bunga , suku-bunga-wajar