Artikel / 07 Jul 2021 /Risandy Meda

Aturan Terbaru Tata Cara Pencatatan untuk Tujuan Perpajakan

Aturan Terbaru Tata Cara Pencatatan untuk Tujuan Perpajakan
Sejak adanya era baru sistem pemungutan pajak pada tahun 1984, perpajakan di Indonesia menganut sistem self-assessment yang memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melapor pajaknya sendiri. Dalam penerapannya, Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur ketentuan pembukuan atau pencatatan sebagai dasar penghitungan penghasilan kena pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak. Hal tersebut karena informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak. 

Namun, karena tidak semua Wajib Pajak mampu menyelenggarakan pembukuan, Pemerintah mengatur diperbolehkannya pencatatan untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. Aturan umum yang ditetapkan diantaranya bahwa semua Wajib Pajak Badan, BUT dan Wajib Pajak Orang Pribadi diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Namun, terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran bruto tertentu tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan dan hanya wajib melakukan pencatatan dengan menggunakan norma penghitungan untuk menentukan besarnya penghasilan neto.


APA ITU PEMBUKUAN?

Berdasarkan Pasal 1 Nomor 29 Undang-Undang KUP, Pembukuan didefinisikan sebagai suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Lebih lanjut, Pasal 28 Undang-Undang KUP mengatur beberapa ketetapan mengenai pembukuan atau pencatatan, diantaranya:

  1. Diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
  2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
  3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
Perbedaan antara pembukuan dan pencatatan terdapat pada proses pengolahan sumber data dan laporan yang dihasilkan. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa termasuk penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Laporan yang dihasilkan dalam proses pembukuan adalah laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Disisi lain, pencatatan hanya terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto. Lebih lanjut, bentuk dan tata cara pencatatan akan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


ATURAN PELAKSANAAN

Sebagai wujud pemberian kepastian hukum bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan pencatatan dan sebagai salah satu bentuk pemberian kemudahan dalam menyelenggarakan pembukuan untuk pemenuhan kewajiban perpajakannya, Menteri Keuangan Republik Indonesia menetapkan PMK Nomor 54 Tahun 2021 tentang Tata Cara Melakukan Pencatatan dan Kriteria Tertentu serta Tata Cara Menyelenggarakan Pembukuan untuk Tujuan Perpajakan. Disahkannya PMK ini mencabut dan menyatakan tidak berlakunya PMK Nomor 197/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Tata Cara Pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, namun atas peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54 Tahun 2021 terdiri dari 5 (lima) Bab dan 21 Pasal. Substansi aturan yang diatur dalam PMK ini lebih banyak dibandingkan dengan PMK Nomor 197 Tahun 2007 yang hanya terdiri dari 4 Pasal. Hal tersebut dikarenakan PMK Nomor 54 Tahun 2021 tidak hanya mengatur mengenai tata cara pencatatan namun juga mengatur mengenai tata cara pembukuan.


PENCATATAN

Pengesahan PMK Nomor 54 Tahun 2021 memberikan tambahan kriteria WP OP yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, sehingga yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan namun wajib melakukan pencatatan adalah sebagai berikut

WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dari kegiatan sebagaimana dimaksud kurang dari Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 tahun pajak dan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) untuk menghitung penghasilan neto

Pemberitahuan penggunaan kepada DJP NPPN harus dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan atau paling lambat 3 (tiga) bulan sejak saat terdaftar atau pada akhir Tahun Pajak bagi WP OP yang baru terdaftar.

Pencatatan tersebut meliputi:

  1. peredaran bruto yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final,
  2. penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut, dan/atau
  3. peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau dikenai PPh yang bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas;
  4. harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

Pencatatan tersebut meliputi:

  1. penghasilan bruto yang dikenai PPh yang tidak bersifat final serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut, dan/atau
  2. penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai PPh yang bersifat final;
  3. harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

WP OP yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas dan peredaran bruto dari kegiatan sebagaimana dimaksud secara keseluruhan dikenai PPh bersifat final dan/atau bukan objek pajak serta tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak (aturan baru)

Penyelenggaraan pencatatan dilakukan tanpa pemberitahuan penggunaan NPPN.

Pencatatan tersebut meliputi:

  1. penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut, dan/atau
  2. peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/ atau dikenai PPh yang bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas
  3. harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

TATA CARA PENCATATAN

Berikut adalah tata cara melakukan pencatatan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PMK Nomor 54 Tahun 2021.

  1. Diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan;
  2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab dan satuan mata uang Rupiah sebesar nilai yang sebenarnya dan/atau seharusnya terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri;
  3. Diselenggarakan dalam suatu Tahun Pajak berupa jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember; dan
  4. Diselenggarakan secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran bruto dan/ atau penghasilan bruto

Perbedaan ketentuan terkait tata cara pencatatan jika dibandingkan dengan yang diatur dalam ketentuan PMK Nomor 197 Tahun 2007 adalah adanya tambahan ketentuan bahwa pencatatan dapat dilakukan secara elektronik maupun non-elektronik. Hal ini diatur dalam Pasal 8 ayat (1) PMK Nomor 54 Tahun 2021. Disisi lain, ketetapan mengenai jangka waktu penyimpanan buku, catatan, dan dokumen selama 10 (sepuluh) tahun tetap diberlakukan dalam Pasal 8 ayat (2) PMK Nomor 54 Tahun 2021.




Referensi
[1] Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
[2] Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
[3] Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
[4] PMK Nomor 54 Tahun 2021
[5] PMK Nomor 197 Tahun 2007


pencatatan , pencatatan-perpajakan , pmk-nomor-54-tahun-2021 , tata-cara-pencatatan

Tulis Komentar



Whatsapp