Artikel / 16 Apr 2025 /Hilmi Khuluqy

KJPP: Solusi Alternatif dalam Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU)

KJPP: Solusi Alternatif dalam Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU)
Dalam konteks perpajakan Indonesia, transaksi antara pihak-pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa wajib mengikuti Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU). Prinsip ini menuntut agar harga atau imbalan atas transaksi tersebut ditetapkan seolah-olah transaksi dilakukan antara pihak-pihak independen. Artinya, Wajib Pajak (WP) harus mampu membuktikan bahwa harga yang digunakan dalam transaksi telah sesuai dengan nilai pasar yang wajar.

Evolusi Metode Penentuan Harga Transfer dalam Kebijakan Perpajakan Indonesia

Untuk mendukung penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, pemerintah memperkenalkan lima metode penentuan harga transfer melalui PMK No. 213/PMK.03/2016. Metode ini kemudian diperluas menjadi delapan melalui PMK No. 22/PMK.03/2020, dan tetap dipertahankan dalam PMK No. 172/PMK.03/2023, yaitu:

  1. Comparable Uncontrolled Price (CUP)
  2. Method Resale Price Method (RPM)
  3. Cost Plus Method (CPM)
  4. Profit Split Method (PSM)
  5. Transactional Net Margin Method (TNMM)
  6. Comparable Uncontrolled Transaction (CUT)
  7. Method Valuation of Tangible and/or Intangible Assets
  8. Business Valuation Method
Wewenang DJP dalam Penyesuaian Harga Transfer dan Pentingnya Justifikasi Profesional
Perlu dicermati bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki kewenangan untuk melakukan penyesuaian kembali harga transfer apabila terdapat indikasi penghindaran pajak, khususnya jika transaksi tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU). Kewenangan ini diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), yang memungkinkan DJP untuk menyesuaikan penghasilan, pengurangan, bahkan komposisi utang dan modal atas transaksi afiliasi.

"(3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya."
Tindakan penyesuaian oleh DJP umumnya dilakukan dalam kondisi berikut: 

1. Wajib Pajak tidak menerapkan PKKU; atau

2. Wajib Pajak salah dalam penerapan PKKU

Agar terhindar dari koreksi pajak yang signifikan, Wajib Pajak perlu memiliki justifikasi yang kuat dan profesional atas metode yang digunakan. Di sinilah peran Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) menjadi sangat penting dan relevan.

Mengoptimalkan Peran KJPP dalam Metode Penilaian Transfer Pricing
Dalam dua metode penilaian terbaru—yaitu penilaian aset berwujud dan tidak berwujud, serta valuasi bisnis—keterlibatan KJPP bukan hanya relevan, tetapi juga strategis. Sebagai pihak ketiga yang diakui resmi oleh Kementerian Keuangan, KJPP memiliki kewenangan berdasarkan PMK No. 228/PMK.01/2019 untuk melakukan penilaian dalam konteks transfer pricing. Berikut penjelasannya:

1. Penilaian Aset Berwujud (Valuation of Tangible Assets)

Cocok untuk transaksi yang melibatkan aset tetap seperti tanah, bangunan, mesin, kendaraan, atau peralatan produksi. Penilaian dilakukan oleh KJPP dengan izin di bidang properti atau personal properti, tergantung pada jenis aset.

2. Penilaian Aset Tidak Berwujud dan Valuasi Bisnis (Valuation of Intangible Assets and Business Valuation Method)

Digunakan dalam transaksi yang melibatkan hak kekayaan intelektual, goodwill, brand, atau penilaian entitas bisnis secara keseluruhan. KJPP yang digunakan harus memiliki izin di bidang penilaian bisnis.

Klasifikasi KJPP berdasarkan PMK 228/2019
PMK No. 228/2019 membagi KJPP ke dalam empat bidang layanan penilaian utama. Setiap bidang memiliki cakupan yang berbeda, sesuai kebutuhan transfer pricing:

1. KJPP Bidang Properti Sederhana

Hanya mencakup aset skala kecil, seperti:

o  Tanah kosong < 5.000 m² untuk rumah tinggal
o  Satu unit rumah, ruko, apartemen, atau kios
o  Genset, pompa air, dan peralatan rumah tangga
o  Kendaraan tunggal (bukan armada)
o  Gudang tunggal < 500 m²

Catatan: Tidak cocok untuk kebutuhan transfer pricing skala menengah atau besar karena ruang lingkup terbatas.

2. KJPP Bidang Properti

Relevan untuk metode penilaian aset berwujud, meliputi:

o  Tanah dan bangunan
o  Mesin dan peralatan produksi
o  Alat berat, alat komunikasi, alat kesehatan, dan utilitas
o  Perangkat telekomunikasi (termasuk satelit dan pemancar)
o  Aset sektor pertanian, kehutanan, dan pertambangan

Cocok untuk transaksi dengan aset fisik bernilai besar atau lintas industri.

3. KJPP Bidang Penilaian Bisnis

Tepat untuk metode penilaian aset tak berwujud dan valuasi bisnis, termasuk:

o  Brand, paten, hak cipta
o  Penilaian entitas bisnis
o  Penyertaan dan surat berharga (termasuk derivatif)
o  Hak dan kewajiban perusahaan
o  Kerugian ekonomis akibat peristiwa tertentu
Fairness opinion dan instrumen keuangan

Wajib digunakan bila aset tidak berwujud atau entitas bisnis menjadi objek penilaian utama dalam transaksi afiliasi.

4. KJPP Bidang Personal Properti

Fokus pada aset bergerak non-entitas seperti:

o  Pabrik dan instalasi
o  Mesin produksi
o  Alat transportasi, alat berat, laboratorium, peralatan militer
o  Perangkat komunikasi (satelit, pemancar, dll.)

Cocok sebagai pelengkap bila transaksi melibatkan aset fisik milik perusahaan yang tidak mencerminkan keseluruhan bisnis.

Nilai Tambah Menggunakan KJPP
Walaupun penggunaan jasa KJPP tidak mengeliminasi potensi koreksi dari DJP, namun laporan penilaian yang diterbitkan oleh KJPP — sebagai pihak independen yang bersertifikat dan diakui oleh Kementerian Keuangan — memberikan bukti objektif dan profesional atas kewajaran nilai suatu transaksi. Dalam praktiknya, laporan KJPP memiliki posisi pembuktian yang mirip dengan laporan audit dalam konteks sengketa pajak, karena disusun berdasarkan standar penilaian yang baku, dapat diuji, dan dilakukan oleh pihak yang kompeten. Hal ini memberikan kekuatan tambahan bagi Wajib Pajak untuk mempertahankan posisinya apabila terjadi pemeriksaan atau sengketa perpajakan.

Namun demikian, Wajib Pajak harus cermat dalam memilih KJPP sesuai dengan bidang penilaian. Kesalahan memilih jenis KJPP—misalnya menggunakan KJPP bidang properti untuk menilai aset tak berwujud—justru dapat menjadi celah koreksi dari otoritas pajak.

Penutup
Dengan semakin kompleksnya peraturan harga transfer, penggunaan metode yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi sangat penting. Dalam hal ini, KJPP hadir sebagai solusi profesional dan strategis dalam mendukung Wajib Pajak menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha secara tepat. Selain membantu memenuhi kewajiban perpajakan, keterlibatan KJPP juga berperan penting dalam membangun transparansi dan akuntabilitas dalam hubungan afiliasi.

Alih-alih menjadi beban tambahan, keterlibatan KJPP sebaiknya dilihat sebagai investasi dalam pengelolaan risiko perpajakan jangka panjang.


kjpp , penilaian-harta , pkku

Tulis Komentar



Whatsapp