Artikel / 28 Dec 2021 /Otto Budihardjo, Risandy Meda Nurjanah

Perubahan Ketentuan Objek PPN dalam UU HPP

Perubahan Ketentuan Objek PPN dalam UU HPP

Ketentuan perubahan mengenai barang dan/atau jasa yang merupakan objek PPN agaknya telah lama menarik perhatian masyarakat Indonesia. Beberapa pekan lalu, saat rancangan perubahan Undang-Undang KUP tersebar luas di masyarakat, banyak media nasional memberikan sorotan utamanya pada rencana pengenaan PPN atas sembako hingga jasa pendidikan. Selaras dengan rancangan perubahan Undang-Undang KUP lalu, Pemerintah menetapkan beberapa perubahan pada objek PPN yang direncanakan mulai berlaku sejak 1 April 2022 mendatang. 

Perubahan ketentuan mengenai Objek PPN bukanlah merupakan yang pertama kalinya. Ketentuan ini telah mengalami dua kali perubahan sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Saat ini, perubahan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 didasarkan pada tujuan dan maksud diberikannya kemudahan dengan memberikan fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di kawasan tertentu atau tempat tertentu, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, membantu dalam penanganan bencana alam nasional dan bencana non alam nasional, serta memperlancar pembangunan nasional.


PERUBAHAN OBJEK PPN DALAM UU HPP 

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN), kriteria objek PPN berkaitan dengan barang atau biasa disebut dengan Barang Kena Pajak (BKP) adalah atas penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha, impor BKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, ekspor BKP oleh PKP, serta ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP. Lain halnya dengan ketentuan objek Pajak Penghasilan, objek PPN dikenakan atas semua barang kecuali atas barang yang ditetapkan tidak dikenai PPN, dibebaskan dari pengenaan PPN, atau atas PPNnya tidak dipungut. 


A. Jenis Barang yang Tidak Dikenai PPN

Terdapat beberapa jenis barang yang dihapus dalam rincian barang yang tidak dikenai PPN sebagaimana diatur dalam Perubahan Pasal 4A ayat (2) UU PPN. Barang tersebut antara lain

  1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara,
  2. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
  3. emas, selain untuk kepentingan cadangan devisa negara.
Beberapa barang diatas diubah pengaturannya kedalam Pasal 16B ayat (1a) huruf a dan j yang mengatur mengenai pemberian terbatas atas tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak terutang baik untuk sementara waktu maupun selamanya.


Lebih lanjut, selain menghapus beberapa jenis barang yang tidak dikenai PPN, Pemerintah menambahkan ketentuan bahwa retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah sebagai barang yang tidak dikenai PPN. Dengan demikian rincian barang yang tidak dikenai PPN dalam UU HPP adalah sebagai berikut

  • makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah; dan
  • uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga

B. Jenis Jasa yang Tidak Dikenai PPN

Terdapat beberapa jenis jasa yang dihapus dalam rincian jasa yang tidak dikenai PPN sebagaimana diatur dalam Perubahan Pasal 4A ayat (3) UU PPN. Jasa tersebut antara lain

  1. Jasa pelayanan kesehatan medik,
  2. Jasa pelayanan sosial, 
  3. Jasa pengiriman surat dengan perangko, 
  4. Jasa keuangan, 
  5. Jasa asuransi, 
  6. Jasa pendidikan, 
  7. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, 
  8. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, 
  9. Jasa tenaga kerja, 
  10. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, dan 
  11. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
Beberapa jasa diatas diubah pengaturannya kedalam Pasal 16B ayat (1a) huruf j yang mengatur mengenai pemberian terbatas atas tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak terutang baik untuk sementara waktu maupun selamanya.


Lebih lanjut melalui perubahan ini, Pemerintah menambahkan ketentuan bahwa jasa yang disediakan oleh pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan secara umum yaitu semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan tidak dikenai PPN. Selain itu, ketentuan baru ini memberikan penegasan bahwa jenis jasa kesenian dan hiburan serta jasa perhotelan yang tidak dikenai PPN adalah atas jasa yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah. 

Dengan demikian, jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai dalam UU HPP yaitu jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

  • jasa keagamaan;
  • jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  • jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  • jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain;
  • jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  • jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah

C. Jenis Barang dan/atau Jasa yang Tidak Dipungut Sebagian atau Seluruhnya atau Dibebaskan yang Diberikan Secara Terbatas

Perubahan lain dalam ketentuan yang berhubungan dengan objek PPN terdapat dalam penambahan Pasal 16B ayat (1a) UU PPN. Ketentuan ini secara general menampung beberapa barang dan/atau jasa yang dalam ketentuan perubahan Pasal 4A dihapus ketetapannya sebagai barang dan/jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Dengan demikian, atas transaksi beberapa barang dan/atau jasa yang sebelumnya dikecualikan tersebut per 1 April 2022 wajib diterbitkan faktur.


Dalam kaitannya dengan ketentuan ini, kode faktur yang digunakan adalah 070 untuk PPN tidak dipungut atau 080 untuk PPN dibebaskan. Perbedaan diantara kedua faktur tersebut yaitu pajak masukan atas penyerahan yang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya dapat dikreditkan sedangkan pajak masukan atas penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan pajak baik untuk sementara waktu maupun selamanya tidak dapat dikreditkan.

PPN tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan yang diberikan secara terbatas sesuai penambahan Pasal 16B ayat 1a UU PPN adalah pajak terutang untuk

1. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
2. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
3. impor Barang Kena Pajak tertentu;
4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean,
diatur dengan Peraturan Pemerintah

dengan tujuan untuk:

  • mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang merupakan prioritas nasional;
  • menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya;
  • mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional;
  • meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat;
  • mendorong pembangunan tempat ibadah;
  • menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri;
  • mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk;
  • membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam dan bencana non alam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional dan bencana non alam nasional;
  • menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, yang perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi; dan/atau
  • mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional, antara lain
  • barang kebutuhan pokok yang sangat strategis barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
  • jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional;
  • jasa pelayanan sosial;
  • jasa keuangan;
  • jasa asuransi;
  • jasa pendidikan;
  • jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri; dan
  • jasa tenaga kerja

Tujuan kebijakan ini adalah untuk perluasan basis PPN dan optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian. Lebih lanjut, kemudahan perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 16B ayat (1a) huruf j diberikan untuk tujuan mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional. Hal tersebut diberikan dengan sangat selektif dan terbatas, serta mempertimbangkan dampaknya terhadap penerimaan negara.




Referensi:
[1] Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
[2] Undang-Undang Nomoe 11 Tahun 2020
[3] Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009


dibebaskan , objek-ppn , tidak-dipungut , undangundang-hpp

Tulis Komentar



Whatsapp