Artikel / 12 Jul 2023 /Siti Maisaroh, Risandy Meda Nurjanah

Tata Cara Penagihan Sesuai PMK 61/2023, Apa Bedanya dengan PMK 189/2020?

Tata Cara Penagihan Sesuai PMK 61/2023, Apa Bedanya dengan PMK 189/2020?
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak mereka. Penagihan pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menyampaikan Surat Teguran dan/ Surat Peringatan, melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, melaksanakan Penyitaan, mengusulkan Pencegahan, melaksanakan Penyanderaan, hingga melakukan penjualan Barang Sitaan.

Penagihan pajak ditujukan kepada Wajib Pajak yang pajaknya masih terutang dan belum dibayarkan. Langkah tersebut menjadi salah satu langkah optimalisasi penerimaan pajak melalui skema intensifikasi. 


Penagihan pajak dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk dan dilaksanakan berdasarkan tata cara penagihan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Ketentuan tata cara penagihan pajak terbaru yang berlaku saat ini adalah PMK Nomor 61 Tahun 2023.

PMK Nomor 61 Tahun 2023 disahkan dengan maksud untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan terhadap pelaksanaan tindakan penagihan pajak dan peraturan perundang-undangan di bidang penagihan pajak. Sebelumnya, tata cara penagihan diatur dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020. 

Namun, PMK Nomor 189/PMK.03/2020 dinilai memerlukan penyempurnaan mengingat adanya penyesuaian ketentuan mengenai bantuan penagihan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dengan demikian, pemerintah mengatur kembali ketentuan tata cara penagihan pajak dalam PMK Nomor 61 Tahun 2023 dan mencabut 3 aturan yang berlaku sebelumnya, yaitu:

  1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.03/2002;
  2. PMK Nomor 23/PMK.03/2006; dan
  3. PMK Nomor 189/PMK.03/2020.

Ketentuan Baru Tata Cara Penagihan Pajak

Sesuai dengan poin menimbang, salah satu ketentuan baru dalam PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur tentang bantuan penagihan pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra. Ketentuan diatur dalam Bab VIII dan merupakan aturan turunan dari Pasal 20A Undang-Undang KUP dan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. 

Tata cara bantuan penagihan pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra diatur pada Pasal 78 sampai dengan Pasal 127, Pasal 131, Pasal 132 ayat (2), Pasal 133 sampai dengan Pasal 135, Pasal 138, serta Pasal 145 PMK Nomor 61 Tahun 2023. Selain itu, pemerintah juga menambah ketentuan dukungan pelaksanaan tindakan penagihan pajak pada Pasal 146 PMK Nomor 61 Tahun 2023. Sebelumnya, ketentuan bantuan penagihan pajak dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 79 PMK Nomor 189/PMK.03/2020. 

Tata cara penagihan pajak sesuai PMK 189/PMK.03/2020 dapat Anda simak dalam artikel berikut ini.

Namun demikian, terdapat beberapa perubahan dalam tata cara penagihan pajak sesuai PMK Nomor 61 Tahun 2023. Perubahan tersebut termasuk menambah, memperjelas, dan menyederhanakan ketentuan yang sebelumnya diatur dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020.


Ketentuan baru tata cara penagihan yang ditambahkan dalam PMK Nomor 61 Tahun 2023 diantaranya yaitu:

  1. Menambah wewenang Menteri Keuangan dalam menunjuk pejabat lain untuk penagihan pajak pusat. Hal ini diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) huruf d PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  2. Menambah wewenang pejabat untuk mengajukan kembali permintaan pemberitahuan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada nomor Rekening Keuangan Penanggung Pajak dalam hal diketahui bahwa saldo harta kekayaan Penanggung Pajak kurang dari Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak. Hal ini diatur dalam Pasal 30 Ayat (5) PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  3. Menambahkan ketentuan bahwa jurusita dapat meminta bantuan penilaian kepada Penilai Pajak dalam memperkirakan nilai pajak yang disita. Hal ini diatur dalam Pasal 24 Ayat (5) PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  4. Menambah pajak karbon sebagai jenis pajak yang atas utang pajaknya wajib dibayar dan dapat dilakukan tindak penagihan pajak yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf g PMK Nomor 61 Tahun 2023;

  5. Menambah spesifikasi kriteria penanggung pajak orang pribadi, khususnya untuk seorang ahli waris, para ahli waris, wali bagi anak yang belum dewasa, dan pengampu bagi orang yang berada dalam pengampuan. Hal ini diatur dalam Pasal 8 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  6. Menambah spesifikasi kriteria penanggung pajak badan, khususnya dalam hal ketentuan penanggung pajak untuk Wajib Pajak Badan yang memiliki cabang dan Wajib Pajak badan satuan kerja instansi pemerintah. Hal ini diatur dalam Pasal 9 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  7. Menambah kriteria pengecualian ketentuan urutan penanggung pajak atas Wajib Pajak Badan, yaitu dalam hal:
    dilakukan tindakan Penagihan Seketika dan Sekaligus; dan
    terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia.
    Hal ini diatur dalam Pasal 9 Ayat (10) PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  8. Menambah kriteria isi surat perintah melaksanakan penyitaan dalam Pasal 20 ayat (6) PMK Nomor 61 Tahun 2023;

  9. Menambahkan kendaraan bermotor, yacht, dan pesawat terbang dalam daftar objek sita barang bergerak dalam Pasal 23 Ayat (4) PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  10. Mengatur keadaan tertentu yang mengakibatkan barang tidak bergerak dapat disita sebelum penyitaan barang bergerak, yaitu apabila barang bergerak tidak ditemukan atau barang bergerak yang ditemui tidak memiliki nilai atau harganya tidak memadai dibandingkan dengan utang pajaknya. Hal ini diatur dalam Pasal 24 Ayat (2) PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  11. Menambah tempat lain penyimpanan barang sitaan dalam hal menurut juru sita barang sitaan tersebut harus disimpan di kantor Pejabat atau tempat lain, yaitu kantor aparat Pemerintah Daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita dalam hal Penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Hal ini diatur dalam Pasal 25 Ayat (3) huruf d dan e PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  12. Menambah dua kondisi tertentu pencabutan sita, yaitu dalam hal:
    a. Barang sitaan yang dijual secara lelang maupun tidak secara lelang tidak terjual dan Pejabat mendapatkan Barang lain dengan nilai paling sedikit sama dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak; dan/atau
    b. Wajib Pajak telah mendapatkan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyitaan.
    Hal ini diatur dalam Pasal 26 Ayat (2) PMK Nomor 61 Tahun 2023;

  13. Menambah dua kondisi tertentu pencabutan blokir, yaitu dalam hal:
    a. Wajib Pajak telah mendapatkan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Pemblokiran;, dan/ atau
    b.Telah dilakukan Pemblokiran yang melebihi jumlah Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
    Hal ini diatur dalam Pasal 33 Ayat (1) huruf h dan i PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  14. Menambah ketentuan tata cara pemblokiran dalam rangka melaksanakan penyitaan terhadap surat berharga yang diatur dalam Pasal 43, 44, dan 45 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  15. Menambah ketentuan tata cara penyitaan surat berharga yang tidak diperdagangkan di Pasar Modal, Piutang, dan Penyertaan Modal, yang diatur dalam Pasal 48 dan 49 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  16. Menambah ketentuan tata cara pelaksanaan penjualan baik secara lelang maupun penjualan yang tidak dilakukan dengan cara lelang, yang diatur dalam Pasal 51, 52, dan 53 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  17. Menambah ketentuan tata cara penyampaian dokumen terkait penagihan pajak, yang diatur dalam Pasal 133 sampai dengan Pasal 138 PMK Nomor 61 Tahun 2023.

Selain itu, PMK Nomor 61 Tahun 2023 juga memperjelas beberapa ketentuan yang sebelumnya telah diatur. Terkait ketentuan jangka waktu yang sebelumnya beredaksikan “mendekati daluwarsa penagihan”, aturan ini mengatur jangka waktu lebih jelas menjadi “daluwarsa dalam jangka waktu kurang dari 2 (dua) tahun” dalam Pasal 6 Ayat (8) huruf b, Pasal 6 Ayat (10) huruf a, dan Pasal 9 Ayat (10) huruf d PMK Nomor 61 Tahun 2023. Aturan ini juga memperjelas kriteria pegawai yang dapat menerima pemberitahuan surat paksa atas Wajib Pajak Badan, yaitu pegawai tetap yang meliputi pegawai perusahaan yang membidangi keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan masyarakat, atau bagian umum dan bukan pegawai harian yang diatur dalam Pasal 15 Ayat (4) huruf b PMK Nomor 61 Tahun 2023.

Ketentuan yang lebih spesifik juga diatur dalam kaitannya dengan kriteria pemerintah daerah sebagai pihak yang menerima surat paksa dalam hal pemberitahuan surat paksa tidak dapat dilaksanakan. Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud yaitu sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa yang diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) PMK Nomor 61 Tahun 2023. Selain itu, dalam Pasal 18 Ayat (3) PMK Nomor 61 Tahun 2023, pemerintah juga mengatur adanya cara lain mengumumkan surat paksa yaitu melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak atau situs lain yang ditunjuk oleh Pejabat.


Adapun beberapa ketentuan yang disederhanakan yaitu:

  1. Menyederhanakan ketentuan kondisi tertentu pencabutan sita, khususnya pada Pasal 26 ayat (2) huruf b; Pasal 38 ayat (2) huruf c; Pasal 47 ayat (2) huruf b PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  2. Menyederhanakan ketentuan pencabutan blokir sebelum dilaksanakannya Penyitaan, khususnya pada Pasal 33 ayat (1) huruf b dan c PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  3. Menyederhanakan ketentuan pertimbangan berakhirnya pencegahan, khususnya pada Pasal 62 ayat (2) huruf b PMK Nomor 61 Tahun 2023;
  4. Menyederhanakan ketentuan pertimbangan tertentu pelepasan penanggung pajak yang dilakukan penyanderaan, khususnya pada Pasal 73 ayat (2) huruf a PMK Nomor 61 Tahun 2023.


penagihan-pajak

Tulis Komentar



Whatsapp