Artikel / 07 Dec 2023 /Zufar Athollah Rafif, Andhika Deby Hanggara

Transaksi Transfer Pricing: Memastikan Jasa Intragrup (Intragroup Services) yang Wajar

Transaksi Transfer Pricing: Memastikan Jasa Intragrup (Intragroup Services) yang Wajar
Era globalisasi dan integrasi internasional yang semakin pesat menyebabkan banyak perusahaan multinasional melakukan transaksi lintas batas. Adanya kesenjangan dan ketidaksesuaian peraturan pajak di berbagai negara menjadi celah bagi perusahaan multinasional untuk melakukan penghindaran pajak. Perusahaan multinasional seringkali menempatkan penentuan harga transfer (transfer pricing) sebagai cara untuk mengalihkan laba ke negara dengan tarif pajak rendah atau memusatkan biaya ke negara dengan tarif pajak tinggi.[1] Perusahaan multinasional telah mengalihkan laba melalui transfer pricing sebesar US$1,15 triliun ke negara tax haven setiap tahunnya yang menyebabkan pemerintah di seluruh dunia kehilangan pendapatan pajak langsung sebesar US$311 miliar per tahun.[2] Praktik transfer pricing seringkali dilakukan dengan skema transaksi barang berwujud, jasa, pembayaran bunga, pemanfaatan barang tidak berwujud, dll. yang akan memengaruhi tingkat pendapatan dan biaya suatu perusahaan.

Salah satu jenis transaksi transfer pricing yang menjadi perhatian khusus Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) adalah intragroup services. Intragroup services merupakan aktivitas yang diberikan oleh suatu pihak dalam grup usaha yang memberikan manfaat bagi 1 (satu) atau lebih anggota lain dalam grup usahanya.[3] Aktivitas tersebut bisa berupa jasa manajemen, jasa administrasi, jasa teknis, jasa pendukung, jasa pembelian, jasa pemasaran, jasa distribusi, dan jasa komersial lainnya.[4] Intragroup services diatur dalam beberapa peraturan di antaranya sebagai berikut:

  1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 43/PJ/2010 (PER-43) juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2011 (PER-32) tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 22/PJ/2013 (PER-22) tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa; dan
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013 (SE-50) tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
Penyerahan intragroup services juga bertujuan untuk kepentingan efisiensi bagi perusahaan dan pihak afiliasi dalam sebuah grup usaha, seperti pemanfaatan tenaga kerja dan modal yang lebih murah, serta menghindari duplikasi suatu fungsi tertentu pada setiap anggota grup usaha.[5]  Hal ini memungkinkan sebuah perusahaan dapat meningkatkan posisi kompetitif karena mampu menurunkan harga yang dibebankan kepada pelanggan. Lebih lanjut, transaksi intragroup services memiliki tantangan tersendiri bagi otoritas pajak karena sulit untuk dipastikan kebenaran transaksinya. Transaksi intragroup services tidak terlihat jelas seperti transaksi barang berwujud yang memiliki bukti pengiriman fisik seperti dokumen lintas perbatasan negara. Penentuan harga wajar atas transaksi intragroup services relatif sulit karena tidak terdapat standar nilai pasar yang pasti untuk menentukan nilai atas jasa. Harga atas jasa biasanya ditentukan berdasarkan kompleksitas masalah yang ditangani dan keahlian pemberi jasa. Oleh karena itu, diperlukan analisis PKKU dalam hal memberikan atau menerima intragroup services. Berdasarkan Lampiran I SE-50 Bab II huruf B, terdapat beberapa langkah untuk memastikan transaksi intragroup services yang konsisten dengan PKKU, yaitu existence test, benefit test, serta menghitung kewajaran pembayaran intragroup services.


1. Existence Test

Existence test merupakan langkah untuk memastikan eksistensi atau realisasi dari jasa yang diberikan antara lain:

  • Meneliti proses latar belakang kebutuhan atas jasa serta dokumen yang terkait;
  • Meneliti proses penunjukan penyedia jasa termasuk meneliti kualifikasi penyedia jasa;
  • Meneliti proses negosiasi terkait kompensasi atas jasa yang disediakan;
  • Meneliti proses dan hasil penyediaan jasa serta dokumen/bukti terkait;
  • Meninjau dokumen terkait aktivitas jasa seperti kontrak perjanjian dan invoice; dan
  • Meneliti pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penyediaan jasa (penyediaan jasa dapat dilakukan oleh pihak afiliasi sendiri atau dengan melibatkan Wajib Pajak dan/atau pihak ketiga).

2. Benefit Test

Benefit test merupakan langkah untuk memastikan jasa yang diberikan memberikan manfaat ekonomi antara lain:

  • Memastikan kesesuaikan antara fungsi-fungsi yang dilakukan Wajib Pajak dengan intragroup services yang diterima;
  • Meneliti rincian jasa yang dibebankan (jika jasa lebih dari satu) dan memahami secara spesifik bagaimana jasa tersebut dapat atau telah memberikan manfaat ekonomi kepada Wajib Pajak.
Lebih lanjut, perlu diperhatikan juga bahwa terdapat jenis transaksi yang termasuk ke dalam negative list intragroup services. Transaksi yang terdapat pada negative list intragroup services merupakan jenis transaksi yang tidak memberikan manfaat ekonomi secara langsung bagi penerima jasa, sehingga transaksi intragroup services tidak memenuhi benefit test, antara lain:

a. Shareholder activity

Shareholder activity adalah aktivitas dari perusahaan induk yang akan membebankan biaya jasa kepada anggota grup usahanya, tetapi anggota grup usaha tersebut tidak membutuhkan dan tidak akan membayar jasa tersebut apabila dilakukan dengan pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa.

b. Duplicative services

Duplicative services adalah jasa yang diberikan oleh anggota grup afiliasi yang merupakan duplikasi dari kegiatan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak atau dari pihak independen. 

c. Incidental benefit

Incidental benefit adalah aktivitas yang dilakukan oleh suatu anggota grup usaha untuk anggota grup usaha tertentu yang juga memberikan manfaat insidental kepada Wajib Pajak dalam grup usaha tersebut, di mana anggota grup usaha lainnya kemungkinan memperoleh manfaat secara insidental dari jasa tersebut.

d. Passive association

Passive association adalah jasa yang dibayarkan kepada pihak afiliasi semata-mata karena Wajib Pajak adalah anggota grup afiliasi. 

e. Jasa siaga (on call services)

On call services adalah jasa yang disediakan oleh salah satu anggota grup afiliasi yang selalu tersedia apabila diperlukan oleh Wajib Pajak, tetapi jika jasa tersebut disediakan oleh pihak independen maka dikenakan biaya khusus untuk menjamin ketersediaannya. On call services tidak dapat dibebankan jika:

  • Potensi atas kebutuhan jasa tersebut sangat kecil;
  • Manfaat yang diperoleh dari jasa tersebut tidak signifikan; atau
  • On call services dapat segera diperoleh dan tersedia dari pihak lain yang independen tanpa harus membuat perjanjian siaga terlebih dahulu.

3. Menghitung Kewajaran Pembayaran Intragroup Services

Setelah transaksi intragroup services telah dipastikan benar-benar dilakukan dan memberikan manfaat ekonomi bagi penerima jasa, Wajib Pajak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Meninjau dasar pembebanan dan komponen basis biaya yang aktual

Wajib Pajak perlu memastikan bahwa dasar pembebanan dan komponen basis biaya atas intragroup services didasarkan pada biaya yang sebenarnya dikeluarkan untuk menyediakan jasa tersebut. Wajib Pajak perlu meninjau apakah komponen basis biaya intragroup services tersebut dapat sepenuhnya dibebankan atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan meninjau dokumen atau perjanjian yang berkaitan dengan transaksi intragroup services.

b. Melakukan identifikasi penggunaan metode pembebanan jasa yang aktual

Metode pembebanan jasa terdiri dari metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung digunakan dalam kondisi di mana jasa, penerima jasa, biaya yang dibebankan, dan dasar pembebanan dapat secara jelas dilakukan identifikasi sehingga biaya dapat dialokasikan secara langsung kepada penerima jasa. Metode langsung seharusnya dapat diterapkan perusahaan penyedia jasa ketika jasa serupa selain yang diberikan kepada pihak afiliasi juga diberikan kepada pihak independen. Lebih lanjut, metode tidak langsung digunakan apabila metode langsung tidak dapat diterapkan atau apabila biaya terkait jasa yang disediakan tidak mudah diidentifikasi dan diatribusikan kepada perusahaan afiliasi.[4] 

c. Melakukan identifikasi dasar alokasi pembebanan jasa

Apabila transaksi intragroup services yang diserahkan kepada masing-masing pihak tidak dapat dilakukan identifikasi, maka beban jasa harus dialokasikan berdasarkan manfaat yang diterima oleh masing-masing pihak.[6] Oleh karena itu, metode pembebanan tidak langsung menggunakan dasar alokasi biaya dan pembagian yang mengacu pada dasar alokasi (key allocation) yang sesuai dengan sifat dan tujuan penyediaan jasa.[4] Key allocation harus memenuhi beberapa persyaratan agar konsisten dengan PKKU, yaitu:[7] 

  • Harus dapat diukur;
  • Relevan dengan jenis jasanya;
  • Harus ditentukan secara konsisten pada perusahaan yang bersangkutan; dan 
  • Harus didokumentasikan.
Key allocation pada metode tidak langsung dapat diterima apabila Wajib Pajak dapat menjelaskan korelasi antara penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Sebagai contoh, jika jasa terkait dengan aktivitas Sumber Daya Manusia (SDM), proporsi jumlah karyawan dapat menjadi ukuran yang tepat untuk mengukur masing-masing manfaat bagi setiap anggota grup perusahaan. 

Gambar di bawah ini menunjukkan ilustrasi penggunaan kunci alokasi jasa SDM pada pihak afiliasi:

Gambar 1 Kunci Alokasi Jasa SDM

 

Gambar di atas merupakan grup usaha yang terdiri dari PT A sebagai perusahaan induk yang berdomisili di negara A, serta anak perusahaan yaitu PT B dan PT C yang masing-masing berdomisili di negara B dan negara C. PT A merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur barang olahraga, di mana PT B merupakan perusahaan distributor yang menjual produk PT A ke negara B, sedangkan PT C menyediakan jasa SDM untuk grup usahanya. Di dalam grup usaha tersebut, dilakukan sentralisasi jasa SDM pada PT C, sentralisasi bertujuan untuk efisiensi karena biaya tenaga kerja relatif lebih rendah di negara C, serta untuk menghindari duplikasi jasa pada grup usaha. Total biaya PT C dalam menyediakan jasa SDM sebesar US$190.476. Penentuan biaya jasa oleh PT C kepada PT A dan PT B diasumsikan dengan memberikan markup sebesar 5% berdasarkan harga pasar wajar di negara C. Oleh karena itu, total biaya jasa SDM yang diberikan kepada PT A dan PT B menjadi US$200.000. Lebih lanjut, PT A memiliki 950 (sembilan ratus lima puluh) karyawan dan PT B memiliki 50 (lima puluh) karyawan. Biaya intragroup services dapat ditentukan menggunakan key allocation berdasarkan proporsi jumlah pegawai. Key allocation dipilih karena mencerminkan manfaat yang diharapkan dari pihak afiliasi atas penyediaan jasa SDM dalam grup usaha. Biaya yang harus dialokasikan kepada setiap pegawai adalah sebesar US$200 (US$200.000/1.000). Dengan demikian, nilai biaya jasa SDM yang dibebankan kepada PT A adalah US$190.000 (950 × US$200) dan PT B sebesar US$10.000 (50 × US$200).

d. Menganalisis Kewajaran Transaksi Intragroup Services

Dalam menganalisis kewajaran transaksi intragroup services telah konsisten dengan PKKU, Wajib Pajak perlu menentukan pembanding yang andal dan menerapkan metode transfer pricing yang paling sesuai dengan kondisi dan fakta. Terdapat 2 (dua) jenis pembanding, yaitu pembanding internal dan pembanding eksternal. Pembanding internal digunakan apabila Wajib Pajak melakukan transaksi jasa sebanding dengan pihak independen. Sebaliknya, pembanding eksternal digunakan jika Wajib Pajak tidak melakukan transaksi jasa sebanding dengan pihak independen sehingga dapat menggunakan data transaksi Wajib Pajak lain dengan pihak independen yang sebanding. Wajib Pajak dalam menentukan pembanding yang andal harus memperhatikan faktor-faktor kesebandingan untuk menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada. Analisis kesebandingan digunakan untuk menentukan metode transfer pricing yang paling tepat dalam mencapai harga atau indikator keuangan yang wajar.[8] Berdasarkan Lampiran I SE-50 Bab II Huruf B, terdapat 3 (tiga) metode transfer pricing untuk menganalisis transaksi intragroup services telah konsisten dengan PKKU, antara lain:

  • Metode Perbandingan Harga antara Pihak Independen (Comparable Uncontrolled Price/CUP)
    Metode CUP merupakan metode transfer pricing yang dilakukan dengan membandingkan harga antara transaksi afiliasi dan independen.[9] Metode CUP menjadi metode yang paling tepat apabila terdapat transaksi jasa dengan pihak independen dalam kondisi sebanding (pembanding internal), atau terdapat Wajib Pajak lain yang menyediakan jasa sejenis kepada pihak independen dalam kondisi sebanding (pembanding eksternal).[10] Analisis intragroup services menggunakan metode CUP dapat dilakukan dengan membandingkan harga/rate intragroup services dengan harga/rate jasa sejenis oleh pihak independen yang sebanding. Lebih lanjut, metode ini memerlukan tingkat kesebandingan yang sangat tinggi pada karakteristik jasa dan faktor-faktor yang memengaruhi kesebandingan. 
  • Metode Biaya Plus (Cost Plus Method/CPM)
    CPM merupakan metode transfer pricing yang menambahkan laba kotor dari transaksi independen yang sebanding terhadap biaya yang ditanggung dalam transaksi afiliasi. Rasio keuangan yang dianalisis pada CPM adalah Gross Profit Markup (GPMU). GPMU yang digunakan dalam penerapan CPM adalah margin laba yang dihitung dengan mengurangkan harga jual dengan biaya langsung dan tidak langsung.[11] 
    Lebih lanjut, analisis intragroup services yang wajar menggunakan CPM dapat dilakukan dengan membandingkan GPMU yang diperoleh Wajib Pajak terhadap GPMU yang diperoleh penyedia jasa independen yang sebanding.[12] CPM tidak menekankan kesebandingan yang tinggi pada karakteristik jasa karena umumnya tidak memiliki pengaruh secara material terhadap gross markup. Namun, dalam menganalisis intragroup services harus dipastikan bahwa GPMU yang diperbandingkan memiliki basis biaya yang sebanding.[4] Perbedaan penerapan prinsip akuntansi antara transaksi pihak afiliasi dan independen dapat menghasilkan perhitungan GPMU yang tidak konsisten.
  • Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method /TNMM)
    TNMM merupakan metode transfer pricing yang menggunakan indikator tingkat laba transaksi independen yang sebanding untuk menentukan laba bersih usaha transaksi afiliasi. TNMM didasarkan pada tingkat laba bersih sehingga memiliki toleransi yang lebih besar terhadap perbedaan standar akuntansi. TNMM menggunakan indikator tingkat laba (Profit Level Indicator/PLI) dalam menghitung intragroup services yang wajar. Penyedia atau penerima intragroup services harus memilih PLI yang paling sesuai dengan fakta dan kondisi.[4] PLI yang mungkin sesuai untuk penyedia jasa adalah rasio laba operasi terhadap basis biaya penyediaan jasa (return on total services costs). Laba atas total biaya jasa yang diperoleh oleh penyedia jasa independen yang melakukan aktivitas yang sebanding mungkin tersedia dan dapat memberikan pembanding yang dapat diandalkan untuk digunakan dalam menerapkan TNMM.[13]
    Lebih lanjut, analisis intragroup services yang wajar menggunakan TNMM dapat dilakukan dengan membandingkan PLI yang diperoleh Wajib Pajak terhadap PLI yang diperoleh penyedia atau penerima jasa independen yang sebanding. Pengujian menggunakan TNMM dapat dilakukan secara gabungan dengan mempertimbangkan fakta dan kondisi.[4] TNMM dikembangkan berdasarkan teori bahwa laba yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan yang berada dalam kondisi yang serupa, serta berada dalam industri dan pasar yang sama cenderung akan menjadi setara dalam jangka panjang. Oleh karena itu, laba yang diperoleh oleh perusahaan independen dapat dijadikan sebagai indikator yang relevan atas laba yang diperoleh perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi.


Referensi:
[1] Chan, Hung & Phyllis, Agnes W., An empirical analysis of the changes in tax audit focus on international transfer pricing, Vol. 24, Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 2015, hlm. 94-104
[2] Tax Justice Network, State of Tax Justice 2023 (Bristol: TJN, 2023), hlm. 25
[3] PER-22, Lampiran I, Bab 4, huruf A
[4] SE-50, Lampiran I, Bab II, huruf B
[5]   Radhakrishnan, L., Intra Group Services: Need for a Uniform Transfer Pricing Regime, VISION: Journal of Indian Taxation, Vol. 5, 2018, hlm. 84-94
[6] PER-43, pasal 16, ayat (1)
[7] United Nations (UN), Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (New York: UN, 2021), paragraf 5.4.8.4.
[8] UN, Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (New York: UN, 2021), paragraf 3.1.2.
[9] PER-32, pasal 11, ayat (3)
[10] OECD, Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations (Paris: OECD Publishing, 2022), paragraf 7.31
[11] UN, Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (New York: UN, 2021), paragraf 4.4.3.3.
[12] UN, Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (New York: UN, 2021), paragraf 5.4.3.2.
[13] UN, Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (New York: UN, 2021), paragraf 5.4.5.3.



hubungan-istimewa , transfer-pricing

Tulis Komentar



Whatsapp