- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 43/PJ/2010 (PER-43) juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2011 (PER-32) tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 22/PJ/2013 (PER-22) tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa; dan
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013 (SE-50) tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
1. Existence TestExistence test merupakan langkah untuk memastikan eksistensi atau realisasi dari jasa yang diberikan antara lain:
- Meneliti proses latar belakang kebutuhan atas jasa serta dokumen yang terkait;
- Meneliti proses penunjukan penyedia jasa termasuk meneliti kualifikasi penyedia jasa;
- Meneliti proses negosiasi terkait kompensasi atas jasa yang disediakan;
- Meneliti proses dan hasil penyediaan jasa serta dokumen/bukti terkait;
- Meninjau dokumen terkait aktivitas jasa seperti kontrak perjanjian dan invoice; dan
- Meneliti pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penyediaan jasa (penyediaan jasa dapat dilakukan oleh pihak afiliasi sendiri atau dengan melibatkan Wajib Pajak dan/atau pihak ketiga).
2. Benefit TestBenefit test merupakan langkah untuk memastikan jasa yang diberikan memberikan manfaat ekonomi antara lain:
- Memastikan kesesuaikan antara fungsi-fungsi yang dilakukan Wajib Pajak dengan intragroup services yang diterima;
- Meneliti rincian jasa yang dibebankan (jika jasa lebih dari satu) dan memahami secara spesifik bagaimana jasa tersebut dapat atau telah memberikan manfaat ekonomi kepada Wajib Pajak.
- Potensi atas kebutuhan jasa tersebut sangat kecil;
- Manfaat yang diperoleh dari jasa tersebut tidak signifikan; atau
- On call services dapat segera diperoleh dan tersedia dari pihak lain yang independen tanpa harus membuat perjanjian siaga terlebih dahulu.
3. Menghitung Kewajaran Pembayaran Intragroup ServicesSetelah transaksi intragroup services telah dipastikan benar-benar dilakukan dan memberikan manfaat ekonomi bagi penerima jasa, Wajib Pajak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:a. Meninjau dasar pembebanan dan komponen basis biaya yang aktualWajib Pajak perlu memastikan bahwa dasar pembebanan dan komponen basis biaya atas intragroup services didasarkan pada biaya yang sebenarnya dikeluarkan untuk menyediakan jasa tersebut. Wajib Pajak perlu meninjau apakah komponen basis biaya intragroup services tersebut dapat sepenuhnya dibebankan atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan meninjau dokumen atau perjanjian yang berkaitan dengan transaksi intragroup services.b. Melakukan identifikasi penggunaan metode pembebanan jasa yang aktualMetode pembebanan jasa terdiri dari metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung digunakan dalam kondisi di mana jasa, penerima jasa, biaya yang dibebankan, dan dasar pembebanan dapat secara jelas dilakukan identifikasi sehingga biaya dapat dialokasikan secara langsung kepada penerima jasa. Metode langsung seharusnya dapat diterapkan perusahaan penyedia jasa ketika jasa serupa selain yang diberikan kepada pihak afiliasi juga diberikan kepada pihak independen. Lebih lanjut, metode tidak langsung digunakan apabila metode langsung tidak dapat diterapkan atau apabila biaya terkait jasa yang disediakan tidak mudah diidentifikasi dan diatribusikan kepada perusahaan afiliasi.[4] c. Melakukan identifikasi dasar alokasi pembebanan jasaApabila transaksi intragroup services yang diserahkan kepada masing-masing pihak tidak dapat dilakukan identifikasi, maka beban jasa harus dialokasikan berdasarkan manfaat yang diterima oleh masing-masing pihak.[6] Oleh karena itu, metode pembebanan tidak langsung menggunakan dasar alokasi biaya dan pembagian yang mengacu pada dasar alokasi (key allocation) yang sesuai dengan sifat dan tujuan penyediaan jasa.[4] Key allocation harus memenuhi beberapa persyaratan agar konsisten dengan PKKU, yaitu:[7]
- Harus dapat diukur;
- Relevan dengan jenis jasanya;
- Harus ditentukan secara konsisten pada perusahaan yang bersangkutan; dan
- Harus didokumentasikan.
- Metode Perbandingan Harga antara Pihak Independen (Comparable Uncontrolled Price/CUP)
Metode CUP merupakan metode transfer pricing yang dilakukan dengan membandingkan harga antara transaksi afiliasi dan independen.[9] Metode CUP menjadi metode yang paling tepat apabila terdapat transaksi jasa dengan pihak independen dalam kondisi sebanding (pembanding internal), atau terdapat Wajib Pajak lain yang menyediakan jasa sejenis kepada pihak independen dalam kondisi sebanding (pembanding eksternal).[10] Analisis intragroup services menggunakan metode CUP dapat dilakukan dengan membandingkan harga/rate intragroup services dengan harga/rate jasa sejenis oleh pihak independen yang sebanding. Lebih lanjut, metode ini memerlukan tingkat kesebandingan yang sangat tinggi pada karakteristik jasa dan faktor-faktor yang memengaruhi kesebandingan.
- Metode Biaya Plus (Cost Plus Method/CPM)
CPM merupakan metode transfer pricing yang menambahkan laba kotor dari transaksi independen yang sebanding terhadap biaya yang ditanggung dalam transaksi afiliasi. Rasio keuangan yang dianalisis pada CPM adalah Gross Profit Markup (GPMU). GPMU yang digunakan dalam penerapan CPM adalah margin laba yang dihitung dengan mengurangkan harga jual dengan biaya langsung dan tidak langsung.[11]
Lebih lanjut, analisis intragroup services yang wajar menggunakan CPM dapat dilakukan dengan membandingkan GPMU yang diperoleh Wajib Pajak terhadap GPMU yang diperoleh penyedia jasa independen yang sebanding.[12] CPM tidak menekankan kesebandingan yang tinggi pada karakteristik jasa karena umumnya tidak memiliki pengaruh secara material terhadap gross markup. Namun, dalam menganalisis intragroup services harus dipastikan bahwa GPMU yang diperbandingkan memiliki basis biaya yang sebanding.[4] Perbedaan penerapan prinsip akuntansi antara transaksi pihak afiliasi dan independen dapat menghasilkan perhitungan GPMU yang tidak konsisten.
- Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method /TNMM)
TNMM merupakan metode transfer pricing yang menggunakan indikator tingkat laba transaksi independen yang sebanding untuk menentukan laba bersih usaha transaksi afiliasi. TNMM didasarkan pada tingkat laba bersih sehingga memiliki toleransi yang lebih besar terhadap perbedaan standar akuntansi. TNMM menggunakan indikator tingkat laba (Profit Level Indicator/PLI) dalam menghitung intragroup services yang wajar. Penyedia atau penerima intragroup services harus memilih PLI yang paling sesuai dengan fakta dan kondisi.[4] PLI yang mungkin sesuai untuk penyedia jasa adalah rasio laba operasi terhadap basis biaya penyediaan jasa (return on total services costs). Laba atas total biaya jasa yang diperoleh oleh penyedia jasa independen yang melakukan aktivitas yang sebanding mungkin tersedia dan dapat memberikan pembanding yang dapat diandalkan untuk digunakan dalam menerapkan TNMM.[13]
Lebih lanjut, analisis intragroup services yang wajar menggunakan TNMM dapat dilakukan dengan membandingkan PLI yang diperoleh Wajib Pajak terhadap PLI yang diperoleh penyedia atau penerima jasa independen yang sebanding. Pengujian menggunakan TNMM dapat dilakukan secara gabungan dengan mempertimbangkan fakta dan kondisi.[4] TNMM dikembangkan berdasarkan teori bahwa laba yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan yang berada dalam kondisi yang serupa, serta berada dalam industri dan pasar yang sama cenderung akan menjadi setara dalam jangka panjang. Oleh karena itu, laba yang diperoleh oleh perusahaan independen dapat dijadikan sebagai indikator yang relevan atas laba yang diperoleh perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi.
Referensi:
[1] Chan, Hung & Phyllis, Agnes W., An empirical analysis of the changes in tax audit focus on international transfer pricing, Vol. 24, Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 2015, hlm. 94-104
[2] Tax Justice Network, State of Tax Justice 2023 (Bristol: TJN, 2023), hlm. 25
[3] PER-22, Lampiran I, Bab 4, huruf A
[4] SE-50, Lampiran I, Bab II, huruf B
[5] Radhakrishnan, L., Intra Group Services: Need for a Uniform Transfer Pricing Regime, VISION: Journal of Indian Taxation, Vol. 5, 2018, hlm. 84-94
[6] PER-43, pasal 16, ayat (1)
[7] United Nations (UN), Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (New York: UN, 2021), paragraf 5.4.8.4.
[8] UN, Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (New York: UN, 2021), paragraf 3.1.2.
[9] PER-32, pasal 11, ayat (3)
[10] OECD, Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations (Paris: OECD Publishing, 2022), paragraf 7.31
[11] UN, Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (New York: UN, 2021), paragraf 4.4.3.3.
[12] UN, Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (New York: UN, 2021), paragraf 5.4.3.2.
[13] UN, Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries (New York: UN, 2021), paragraf 5.4.5.3.
hubungan-istimewa , transfer-pricing