News / 08 Jan 2024 /wienneta aulia

Begini Ketentuan Penghitungan Pemotongan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap

Begini Ketentuan Penghitungan Pemotongan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap
SURABAYA - Pemerintah menerbitkan aturan baru sebagai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi yang tertuang dalam PMK 168/2023. Beleid ini merupakan aturan pelaksana dari PP 58/2023. 

Beleid ini berlaku 1 Januari 2024 menggantikan PMK 250/20208; PMK 252/2008; 102/2016; dan Pasal 5, Pasal 8 bagian pertama angka I dan bagian kedua angka I lampiran PMK 262/2010. 

Dalam PMK 168/2023 tersebut merinci mekanisme pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh pegawai tidak tetap. 

Pegawai tidak tetap dapat didefinisikan sebagai pegawai yang hanya menerima penghasilan jika pegawai tersebut bekerja berdasarkan jumlah hari kerja, unit yang dihasilkan, atau penyelesaian pekerjaan.

Baca Juga: Musim Lapor SPT, Jangan Lupa Minta Bukti Potong

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf d PMK 168/2023, penghasilan pegawai tidak tetap dapat berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan upah yang diterima atau diperoleh secara bulanan.  

Dasar pengenaan pajak untuk pegawai tidak tetap dapat berdasarkan penghasilan bruto sehari atau rata-rata penghasilan bruto sehari, penghasilan bruto yang dibayarkan x 50%, atau penghasilan bruto bulanan. 

Besarnya PPh 21 untuk pegawai tidak tetap dengan penghasilan rata-rata harian sampai dengan Rp2,5 juta dihitung menggunakan tarif efektif harian dikalikan dengan penghasilan bruto. Adapun besarnya tarif efektif harian telah diatur dalam PP 58/2023 yang terdiri dari 2 tarif yaitu 0% untuk penghasilan bruto sampai dengan Rp450 ribu dan 0,5% untuk penghasilan bruto diatas Rp450 ribu sampai dengan Rp2,5 juta. 

Apabila penghasilan lebih dari Rp2,5 juta, PPh 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalian dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto sehari. Dalam hal pegawai tidak tetap menerima/memperoleh penghasilan secara bulanan, PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan penghasilan bruto dalam masa pajak yang bersangkutan. 

Baca Juga: Capai Hattrick! Penerimaan Pajak 2023 Tembus Rp1.869 Triliun

Berikut contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas pegawai tidak tetap yang menerima atau memperoleh upah borongan dengan jumlah penghasilan bruto sampai dengan Rp2,5 juta per hari. 

Tuan L bekerja pada PT O. Pada bulan Juni 2024, Tuan L melakukan pekerjaan perakitan bingkai foto selama 10 hari. Atas penyelesaian pekerjaan tersebut, Tuan L menerima atau memperoleh penghasilan sebesar Rp4,5 juta. 

Rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari yang diterima atau diperoleh Tuan L atas pekerjaan pemasangan bingkai yaitu sebesar Rp4,5 juta : 10 hari = Rp450 ribu.

Berdasarkan rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari sebesar Rp450 ribu, besarnya PPh 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan L dalam sehari dihitung berdasarkan tarif efektif harian sebagaimana diatur dalam PP 58/2023 yaitu dengan tarif sebesar 0%. 

Besarnya pemotongan PPh Pasal 21 masa Juni atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan L per hari sebesar 0% x Rp450 ribu = Rp0,00.

Sebagai catatan PT O tidak memotong PPh Pasal 21 Tuan L, tetapi tetap wajib membuat 10 (sepuluh) bukti pemotongan PPh Pasal 21 untuk Tuan L (sepanjang sistem informasi perpajakan belum mengakomodasi pembuatan 1 bukti pemotongan PPh Pasal 21 gabungan untuk beberapa hari).

Atas bukti pemotongan PPh Pasal 21 tersebut, Tuan L wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT 0 tersebut dalam SPT Tahun Pajak 2024.



pph-pasal-21

Tulis Komentar



MUC Consulting
Kantor Surabaya
  • Gedung Graha Pena Lt 15
  • Jalan Ahmad Yani 88 Surabaya
  • Email : sby@mucglobal.com
  • Telepon : +6231-8284256 / +6231-8202180

Pengakuan Global
Global Recognition | Word Tax Global Recognition | Word TP
Media Sosial
© 2023 All Rights Reserved


Whatsapp