News / 10 Apr 2025 /Risandy Meda Nurjanah

Pemerintah Kaji Ulang TKDN, Insentif Pajak Akan Disesuaikan?

Pemerintah Kaji Ulang TKDN, Insentif Pajak Akan Disesuaikan?
SURABAYA - Presiden Prabowo Subianto mengusulkan penghapusan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI pada 8 April 2025. Usulan ini muncul di tengah ketegangan dagang global akibat tarif resiprokal dari Amerika Serikat terhadap beberapa negara, termasuk Indonesia.

“TKDN ini sudahlah, kita harus realistis. Kalau TKDN dipaksakan, kita kalah kompetitif. Lebih baik fleksibel, mungkin diganti dengan insentif,” ujar Presiden Prabowo.

Pernyataan tersebut menandai sinyal perubahan besar terhadap arah kebijakan industri nasional yang selama ini bertumpu pada kewajiban kandungan lokal. Prabowo menekankan bahwa ketergantungan pada TKDN harus dipertimbangkan kembali karena menyangkut kesiapan pendidikan, sains, dan teknologi dalam negeri.


Baca juga: Dampak Kebijakan Tarif Trump 2.0 terhadap Komoditas Global dan Respons Indonesia


Apa Itu TKDN dan Mengapa Penting?
TKDN, atau Tingkat Komponen Dalam Negeri, adalah standar minimum penggunaan komponen lokal dalam suatu produk. Kebijakan ini telah lama menjadi instrumen pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Beberapa aturan yang menjadi dasar hukum TKDN antara lain:

  • Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2018
  • Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri
  • Permenperin Nomor 16 Tahun 2011 tentang Penghitungan TKDN
TKDN tidak hanya berdampak pada industri, tetapi juga menjadi salah satu syarat dalam pemberian insentif perpajakan.


Baca juga: Bebas PPN dan PPnBM untuk Impor dan Pembelian Mobil Pejabat Asing dan Badan Internasional


Bagaimana Nasib Fasilitas Pajak yang Bergantung pada TKDN?
Salah satu contoh nyata kebijakan pajak berbasis TKDN adalah insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan kendaraan listrik. Melalui PMK Nomor 38 Tahun 2023 stdd PMK Nomor 116 Tahun 2023 dan diperpanjang lewat PMK Nomor 12 Tahun 2025, pemerintah menanggung PPN untuk kendaraan listrik jika memenuhi TKDN minimal sebagai berikut:

  • 40% untuk mobil listrik berbasis baterai
  • 40% untuk bus listrik berbasis baterai
  • 20%–40% untuk jenis bus tertentu
Dengan adanya sinyal penghapusan TKDN, muncul pertanyaan besar: Apakah insentif pajak seperti ini akan ikut dihapus, atau akan digantikan dengan skema lain?


Baca juga: Pemerintah Perpanjang Insentif Pajak Kendaraan Listrik, Begini Syarat dan Ketentuannya!


Hingga saat ini, belum ada regulasi resmi yang mencabut kebijakan TKDN. Pemerintah pun belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kelanjutan insentif fiskal yang berbasis TKDN. Kepastian baru akan terlihat setelah beleid resmi dirilis.


Konteks Global: Perang Tarif Meningkat, Indonesia Harus Adaptif
Ketegangan dagang dunia juga makin memanas. Setelah Amerika Serikat, di bawah Presiden Trump, menaikkan tarif impor terhadap China hingga 125% sebagai respons dari China yang menaikkan tarif hingga 84%. Di sisi lain, Trump menunda penerapan tarif resiprokal terhadap negara lain selama 90 hari. Selama masa penundaan ini, barang impor dari seluruh dunia ke AS hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10%. Situasi ini membuat Indonesia perlu mengambil langkah strategis agar tetap kompetitif di pasar global.


Baca juga: IHSG Anjlok 9,19% Usai Libur Lebaran, BEI Aktifkan Trading Halt


Meskipun usulan penghapusan TKDN telah disampaikan oleh Presiden Prabowo, kepastian hukum masih menunggu. Pelaku industri dan pembuat kebijakan fiskal harus bersiap dengan berbagai kemungkinan, termasuk perubahan skema insentif perpajakan. Untuk itu, masyarakat dan pelaku usaha disarankan terus memantau perkembangan kebijakan ini agar tidak kehilangan arah dalam menyusun strategi bisnis ke depan.



barang-impor , bea-masuk , fasilitas-pajak , kebijakan-pemerintah , pembebasan-pajak-impor , tarif-resiprokal

Tulis Komentar



Whatsapp